PertanyaanImam al-Ghazali yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?" Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan". Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat, gara-gara bermesyuarat kita meninggalkan sholat.
Oleh Hasan Basri Tanjung Imam al-Gazali wafat 1111 M adalah ulama terkemuka dan termasyhur dalam dunia Islam memberi petuah lewat pertanyaan. Ia sangat mumpuni dalam bidang syariah fikih, kalam, filsafat, dan tasawuf. Karya-karyanya begitu banyak dijadikan rujukan dan memberi inspirasi bagi generasi berikutnya. Imam al-Ghazali bertanya kepada murid-muridnya akan enam hal biasa, tapi kemudian dijawab dengan luar biasa sebagai sebuah petuah. Pertama, "Apakah yang paling dekat dengan diri kita?" Murid-muridnya menjawab "Orang tua, guru, teman dan kerabat." Sang Imam menghargai jawaban itu meski tidak sesuai harapan. Lalu beliau berkata "Yang paling dekat adalah kematian." Sebab, setiap yang bernyawa pasti mati QS [3]185, [29] 57, [21] 35, tanpa diduga QS [21] 34, sudah pasti dan tak bisa dipercepat atau diperlambat QS [10] 49, [63] 11, dan tak bisa dihindari QS [4] 78, [62] 8. Kedua, "Apakah yang paling jauh dari diri kita?" Murid-muridnya menjawab "Negeri Cina, Bulan, Matahari, dan Bintang." Sang Imam berkata "Yang paling jauh adalah waktu yang telah berlalu." Waktu tak pernah berhenti hingga akhir masa kiamat. Jika berlalu, tak pernah kembali. Semenit yang berlalu, lebih jauh dari seribu tahun yang akan datang. Dalam Alquran sedikitnya ada 224 kali dijelaskan tentang waktu, termasuk Allah bersumpah atasnya. Ketiga, "Apakah yang paling besar di dunia ini?" Ada yang menjawab dengan gunung, Matahari, Bumi, dan lainnya. Al-Ghazali menjawab "Yang paling besar adalah hawa nafsu." Manusia bisa bertindak seperti binatang atau bahkan lebih hina karena tidak mampu mengendalikan hawa nafsu. QS [7] 179. Kita lihat, pejabat negara, politikus, birokrat, orang tua, guru dan siapa saja tertunduk malu karena tidak mampu mengendalikan hawa nafsu, baik syahwat, kekuasaan, maupun harta benda korupsi. Keempat, "Apakah yang paling berat di muka bumi ini?" Muridnya menjawab "Baja, gulungan besi, gajah, dan lain-lain. Beliau melanjutkan "Yang paling berat adalah amanah." Manusia diutus ke muka bumi ini untuk menjadi khalifah QS [2] 30 dan diberi amanah memakmurkan alam semesta QS [11]61. Kelima, "Apakah yang paling ringan di dunia ini?" Ada yang menjawab, yang paling ringan adalah kapas, angin, debu dan dedaunan kering. Al-Ghazali menjawab "Yang paling ringan adalah meninggalkan shalat." Shalat adalah tiang agama, siapa yang mendirikannya berarti menegakkan agama dan siapa meninggalkan sama dengan ia meruntuhkan agama. HR Tabrani. Ringan dan mudah meninggalkannya, tapi tidak semudah menjalankannya. Keenam, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?" Dijawab oleh murid-muridnya dengan pedang. Al-Ghazai berkata "Yang paling tajam adalah lidah." Pepatah Arab menyebutkan, "Kalau pisau melukai badan, masih ada harapan sembuh. Tapi, jika lidah melukai hati, ke mana obat akan dicari." Pepatah lain mengatakan "Seorang bisa mati karena terpeleset lidahnya, tapi tidak akan mati karena terpeleset kakinya." Khuluqul Muslim, al-Ghazali, hlm 163. Wallahu a'lam bish-shawab. sumber Republika
ImamAl-Ghazali mengilustrasikan pertanyaan yang diajukan oleh orang yang tidak tahu sebagai keterangan penyakit yang diajukan oleh pasien kepada dokter. Sedangkan jawabannya diumpamakan sebagai upaya dokter dalam menyembuhkan penyakit tersebut. Orang bodoh adalah pasien yang sakit. Sedangkan ulama adalah dokternya.
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali Al-Mujtahid Al-Faqih Al-Ushuli Al-Mutakallim Ath-Thusi Asy-Syafi'i. Beliau dilahirkan pada tahun 450 H. Al-Ghazali mempunyai seorang ayah yang soleh sufi menjaga hati dan tangannya untuk melakukan yang halal. Sebelum ayahnya meninggal beliau berwasiat kepada temannya yang sholeh juga sufi untuk menjaga putranya yang bernama abu hamid Al-Ghazali sama saudaranya yang bernama Ahmad Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, dia telah dilantik menjadi maha guru di Madrasah Nizhamiyah sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri di Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Pada Suatu hari, Imam Al Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghazali mengajukan 6 pertanyaan. Pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman,dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "mati". Sebab itu sudah janji Allah Swt bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Firman Allah Swt, كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” Qs. Ali Imran 185 Pertanyaan kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".. Murid-muridnya ada yang menjawab bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah masa lalu. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama. Baca Juga Artikel Lain 1. 5 Cara Menilai Orang Lain Menurut Imam Al Ghazali 2. Kriteria Sahabat Sejati Menurut Imam Al Ghazali Pertanyaan yang ke tiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, lautan dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghazali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "nafsu" وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." QS. Al A'Raf 179. Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka. Pertanyaan ke empat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?". Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban itu benar, kata Imam Ghazali. Tapi yang paling berat adalah "memegang amanah" إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” QS. Al Ahzab 72. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah Swt meminta mereka untuk menjadi kalifah pemimpin di dunia manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah Swt,sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya. Pertanyaan yang ke lima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?". Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghazali. Tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan shalat. Pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghazali. Tapi yang paling tajam adalah "lidah manusia". Karena melalui lidah, Manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang 6 pertanyaan sekaligus nasehat imam al-Ghazali terhadap murid-muridnya. Mudahan kita bisa mengambil pembelajaran dari nasehat tersebut. Aamiin. Baca Juga Artikel Lain 1. 4 Tindakan Yang Paling Sulit dalam Hidup menurut Ali Ra 2. Inilah Suami yang Jelek dalam pandangan Allah di hari kiamat 3. 2 hal Menyebabkan Manusia Menjadi Takabbur 4. Sebelum Berpisah Nabi Khidir Berwasiat Kepada Nabi Musa Secarakeseluruhan, al-Ghazali menghabiskan sebagian besar dekade pengembaraan dengan keraguan tentang kehidupan dan ragam pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di kepalanya. Selanjutnya dia kembali ke Nishapur, dia tinggal di sana hanya beberapa kilometer dari kampung halamannya. Baca juga: Nasehat Imam Al-Ghazali dalam Mengendalikan Amarah
As-Syech abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali atau lebih dikenal dengan sebutan Iman Al-Ghozali seorang tokoh besar dalam sejarah Islam, Beliau adalah pengarang kitab Ihya’Ulumudin. Suatu hari Beliau mengajukan Enam pertanyaan pada saat berkumpul dengan murid-muridnya. Pertanyaan Pertama Imam Ghazali “Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini“? murid-muridnya ada yang menjawab “Orang tua” “Guru” “Teman” “Kaum kerabat” Imam Ghazali “Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.” كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayaka Ali Imran 185 Allah SWT berfirman وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ Allah menghidupkan dan mematikan QS Ali Imran [3] 156. Allah SWT berfirman وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya QS Ali Imran [3] 145. مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya dan tidak pula dapat memundurkannya QS al-Hijr [15] 5; al-Mu’minun [23] 43 Allah SWT menegaskan قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya tetp akan menemui kalian.” QS al-Jumu’ah [62] 8. Allah SWT juga menegaskan أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ Di mana saja kalian berada, kematian akan menjumpai kalian kendati kalian berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh QS an-Nisa’[4] 78. Pertanyaan Kedua Imam Ghazali “Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?” murid-muridnya yang menjawab “Bulan” “Matahari” “Bintang-bintang” Iman Ghazali “Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimana pun kita, apa pun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama”. “Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung.” HR. Bukhari Pertanyaan Ketiga Iman Ghazali “Apa yang paling besar di dunia ini?” murid-muridnya yang menjawab “Gunung” “Matahari” “Bumi” Imam Ghazali “Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU. Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.” وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَـٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. A’Raf 179. أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya ? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah . Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran ?” QS. Al-Jaathiya 23 أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadikan pemelihara atasnya ? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya.” QS. Al-Furqaan 43-44 وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki sesungguhnya kami tinggikan dengan ayat-ayat itu tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zhalim.” QS. Al-A’raaf 175-176 Pertanyaan Keempat IMAM GHAZALI “Apa yang paling berat di dunia?” murid-muridnya menjawab “Baja” “Besi” “Gajah” Imam Ghazali “Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH. إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, Ahzab 72. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.” Pertanyaan Kelima Imam Ghazali “Apa yang paling ringan di dunia ini?” murid-muridnya ada yang menjawab “Kapas” “Angin” “Debu” “Daun-daun” Imam Ghazali “Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHALAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan shalat “ padahal Rasulullah menegaskan dalam sabda beliau “Perbedaan antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” HR Muslim dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir. Pertanyaan Keenam Imam Ghazali “Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? “ Murid- Murid dengan serentak menjawab “Pedang” Imam Ghazali “Itu benar, tapi yang paling tajam sekali di dunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. ”Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. “Artinya Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah bersabda. “Artinya Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga” Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan. Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda. “Artinya Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”. wallohu a’lam bisshowab.
PadaSuatu hari, Imam Al Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghazali mengajukan 6 pertanyaan. Pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman,dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "mati". ArticlePDF AvailableAbstractThe concepts of maslahat and mafsadah known as the main reference in Islamic laws to resolve contemporary Muslims problems. The concepts of maslahat and mafsadah as a centre in maqâṣid al-syarîah already discussed by Imam al-Ghazali in his books. Imam al-Ghazali well known to be the frst scholars in the study of these concepts. Imam al-Ghazali’s highlights the concepts of maslahat and mafsadah should be based on the texts naṣṣ. However, Imam al-Ghazali mentioned the concept of maslahat used as a method not an absolute sources after al-Qur’an, al-Sunnah, ijmâ’ and qiyâs in the deriving of Islamic laws. This paper tries to explains the concepts of maslahat and mafsadah following the study conducted by Imam al-Ghazali. The fndings suggests that Imam al-Ghazali well known as the frst jurist who pioners the framework of maqâṣid al-syarîah. There ara two reasons as to why he is considered as the pioneer of the concept of maqâṣid al-syarîah. The frst reason is due to his systematic and detailed treatment of the concepts in his last and defnitive work on legal theory; al-Mustaṣfa. The second reason is due to the use of his terminologies and classifcations of the concept by later jurists. These all serve as the evidences to considering him as the pioneer of the concepts of maslahat and mafsadah as a legal theory. Moreover, Imam al-Ghazali tried to proposed several tarjîḥ’ methods how to apply the both concepts when there is a contradiction between the two concepts. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Konsep Maslahat dan Mafsadahmenurut Imam al-GhazaliAkbar Sarif* University of Malaya, Kuala LumpurE-mail akbar_hm5 Ahmad*University of Malaya, Kuala LumpurE-mail ridzwan concepts of maslahat and mafsadah known as the main reference in Islamic laws to resolve contemporary Muslims problems. The concepts of maslahat and mafsadah as a centre in maqâs}id al-syarîah already discussed by Imam al-Ghazali in his books. Imam al-Ghazali well known to be the rst scholars in the study of these concepts. Imam al-Ghazali’s highlights the concepts of maslahat and mafsadah should be based on the texts nas}s}. However, Imam al-Ghazali mentioned the concept of maslahat used as a method not an absolute sources after al-Qur’an, al-Sunnah, ijmâ’ and qiyâs in the deriving of Islamic laws. This paper tries to explains the concepts of maslahat and mafsadah following the study conducted by Imam al-Ghazali. The ndings suggests that Imam al-Ghazali well known as the rst jurist who pioners the framework of maqâs}id al-syarîah. There ara two reasons as to why he is considered as the pioneer of the concept of maqâs}id al-syarîah. The rst reason is due to his systematic and detailed treatment of the concepts in his last and denitive work on legal theory; al-Mustas}fa. The second reason is due to the use of his terminologies and classications of the concept by later jurists. These all serve as the evidences to considering him as the pioneer of the concepts of maslahat and mafsadah as a legal theory. Moreover, Imam al-Ghazali tried to proposed several tarjîh}’ methods how to apply the both concepts when there is a contradiction between the two concepts. Keywords Imam al-Ghazali, Maslahat, Mafsadah, Tarjîh, Maqâs}id al-Syarî at 13, No. 2, November 2017, 353-368* Department of Fiqh and Usul, Academy of Islamic Studies, University of Malaya, Jalan Universiti, 50603 Kuala Lumpur, Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Malaysia. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad354Jurnal TSAQAFAHAbstrakMaslahat dan mafsadah merupakan konsep yang senantiasa dijadikan sandaran utama oleh para ulama dalam menyelesaikan permaslahan hukum Islam Kontemporer. Penjelasan tentang kedua konsep tersebut yang merupakan asas dari pemikiran maqâs}id al-syarîah telah dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab-kitabnya. Boleh dikatakan bahwa Imam al-Ghazali merupakan ulama pertama yang menjelaskan kedua konsep ini secara terperinci. Menurut Imam al-Ghazali, maslahat dan mafsadah mestilah berasaskan kepada nas}s} syarak dan bukannya berasaskan kepada akal semata. Beliau hanya menjadikan kedua konsep tersebut sebagai metode dan bukanya dalil mutlak setelah al-Qur’an, al-Sunnah, ijmak, dan qiyâs dalam penentuan hukum Islam. Makalah ini mencoba menjelaskan konsep maslahat dan mafsadah dalam pandangan Imam al-Ghazali. Dalam kaitannya dengan itu, Imam al-Ghazali merupakan peletak asas-asas kerangka ilmu maqâs}id al-syarîah. Terdapat dua alasan utama mengapa beliau dianggap sebagai ulama yang memainkan peran dalam membicarakan tentang maslahat, pertama Imam al-Ghazali telah membahas konsep ini dengan secara detail lagi sistematik dalam karyanya, kedua terminologi dan klasikasi yang dimiliki oleh Imam al-Ghazali digunakan oleh para ulama setelah beliau. Bukti tersebut menunjukan bahwa beliau merupakan pengasas kepada ilmu tersebut dalam ilmu usul kih. Bahkan beliau telah menawarkan beberapa metode tarjih’ jika berlaku kontradiksi antara kedua konsep tersebut. Oleh itu, akan dipaparkan terlebih dahulu tentang pengertian kedua konsep tersebut menurut Imam al-Ghazali, syarat beramal dengan kedua konsep tersebut juga akan diulas, penjelasan tentang beliau sebagai peletak kerangka Ilmu Maqâs}id al-Syarîah serta aplikasi kedua konsep tersebut dalam penentuan hukum turut Kunci Imam al-Ghazali, Maslahat, Mafsadah, Tarjih, Maqâs}id al-Syarî maslahat dan penolakan mafsadah merupakan tujuan pokok dalam penetapan hukum Islam. Para ulama menjadikan kedua konsep tersebut pegangan utama ketika menangani permasalahan Menggunakan 1 Akbar Sarif dan Ridzwan Ahmad, “Maslahah sebagai Metode Istinbat Hukum serta Aplikasinya dalam Pembinaan Hukum Satu Analisis”, Makalah dalam International Seminar on Usul Fiqh 2013, di Universiti Sains Islam Malaysia USIM, Bandar Baru Nilai, Negeri Sembilan 23-24 Oktober 2013. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 355Vol. 13, No. 2, November 2017pendekatan maslahat dan mafsadah dalam menentukan sesuatu hukum bukan bermakna menjadikan hawa nafsu atau kepentingan manusia semata-mata sebagai sumber hukum. Penentuan suatu hukum berdasarkan konsep maslahat dan mafsadah juga bukan semata-mata berdasarkan tujuan duniawi sehingga mengetepikan syarak. Ini karena, setiap wujud syariat maka wujudlah maslahat,2 namun tidak semestinya setiap maslahat itu sejajar dengan syariat. Bahkan maslahat itu sendiri bukanlah syariat Islam. Oleh sebab itu setiap perbuatan baik menurut akal manusia tidak dinilai sebagai maslahat jika bertentangan dengan syariat Islam. Sebaliknya setiap syariat Islam mempunyai Hukum Islam tidak mungkin terlepas dari pencapaian maslahat dan penolakan mafsadah. Bahkan, berdasarkan kedua dua konsep tersebut, para ulama dan mujtahid berusaha dengan sedaya upaya menyelesaikan permasalahan yang tidak ada nasnya di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah berdasarkan beberapa metode yang ditunjukkan para sahabat dan tabiin, serta mengembangkan metode masing-masing menjadi mazhab Di antara mazhab tersebut hanya Imam al-Syafi’i saja yang menjelaskan metodenya melalui tulisan, yaitu dalam kitabnya Melalui kitab ini, Imam al-Syafi’i bukan saja menjelaskan ilmu Usul Fikih, bahkan beliau berbicara tentang Ilmu Maqâs}id al-Syarî mazhab Syafi’i setelahnya, termasuk Imam al-Juwaini, Imam al-Ghazali, al-Razi, al-Amidi, dan Izz al-Din Abd al-Salam 2 Al-Syatibi, al-Muwâfaqât fî Us}ûl al-Syarî’ah, Muhammad Abdullah Darraz Muhaqqiq, Jil. 2, Juz 4, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. 3, 1424 H/2003 M, Hamid Fahmy Zarkasyi, “Framework Studi Islam”, dalam Jurnal Islamia, Vol. V, 2009, 11. 4 Imam Abu Hanifah H. banyak menggunakan metode “istih}sân”, Imam Malik bin Anas w. 179 H terkenal dengan metode “al-mas}lah}ah al-mursalah”, dan Imam al-Sya’i menjadikan qiyâs sebagai elemen penting dalam pengambilan hukum, serta menyamakan antara qiyâs dan ijtihad. Lihat Abd al-Wahab Khalaf, Ilm Us}ûl al-Fiqh, Mesir Maktabah Dakwah al-Islâmiyah, Cet. 8, 1942, 82. Lihat juga Muhammad Abu Zahrah, Târîkh al-Madhâhib al-Islâmiyyah fî Târîkh al-Madhâhib al-Fiqhiyyah, Jil. 2, Cairo Dâr al-Fikr al-Arabiy, 217-218. Lihat, Yasid bin Moni, “Metode Pentafsiran Nass menurut Mutakalimin dan Ahnaf Satu Analisis”, Thesis Doktor, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 2004, 42. Lihat juga Muhammad Idris al-Sya’i, al-Risâlah, Beirut al-Maktabah al-Islâmiyyah, Lihat al-Qara, Nafâis al-Us}ûl fî Syarh} al-Mahs}ûl, Jil. 1, Maktabah Must}afâ al-Bâz, 1995, 100. 6 Telah terdapat kajian yang menobatkan Imam al-Sya’i sebagai pengasas ilmu Maqâs}id al-Syarîah yang dilakukan oleh Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi melalui tesis doktoralnya di Universitas Jordan pada tahun 1999. Lihat Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi, Maqâs}id al-Syarîah ind Ibn Taymiyyah, Jordan Dâr al-Nafâis, 2000, 75. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad356Jurnal TSAQAFAHmengembangkan konsep tersebut dan menjadikan teori khusus dalam ilmu Maqâs}id al-Syarî Imam al-Ghazali merupakan tokoh besar mazhab Syafi’i yang dianggap sebagai ensiklopedia ilmu pengetahuan Islam yang kemudian diberi gelar “H}ujjat al-Islâm” telah menjelaskan kedua konsep tersebut dengan baiknya melalui karyanya. Bahkan, boleh dikatakan bahwa Imam al-Ghazali merupakan ulama pertama yang menjelaskan kedua konsep ini secara terperinci. Beliau pula dianggap guru dari Imam al-Syatibi karena pendekatan beliau tentang kedua konsep tersebut memiliki persamaan dengan Imam Imam al-Ghazali sebagai ulama besar Islam, memiliki pengaruh terhadap pemikiran Islam modern. Teori-teori yang dikemukakan dalam karyanya bisa menjadi perspektif baru dalam usaha merespons permasalahan kontemporer. Tulisan ini akan mencoba menjelaskan tentang konsep maslahat dan mafsadah menurut Imam al-Ghazali dalam penentuan hukum, syarat beramal dengan kedua konsep tersebut juga akan diulas, penjelasan tentang beliau sebagai peletak kerangka Ilmu Maqâs}id al-Syarî’ah, serta aplikasi konsep maslahat dan mafsadah tersebut dalam penentuan hukum turut Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali Pemahaman yang menyeluruh tentang maslahat dan mafsadah dalam penyelesaian hukum amat diperlukan, hal ini agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan suatu hukum dengan menggunakan konsep tersebut. Setiap ulama dari tiap-tiap mazhab mempunyai pendekatan sendiri dalam menentukan hukum dengan menggunakan konsep maslahat dan mafsadah yang kedua-duanya terangkum dalam maqâs}id al-syarîah. Imam al-Ghazali dianggap ulama pertama membicarakan maslahat secara detail dan panjang lebar dengan meletakkan asas dan metode Dalam kitabnya Syifâ’ al-Ghalîl, tepatnya dalam pembahasan qiyâs, beliau telah memberikan pengertian maslahat secara tidak langsung. Beliau memulai ide maslahat yang dinyatakannya di 7 Ibid., Akbar Sarif, “Analisis Perbandingan Konsep Maslahah dan Mafsadah antara Imam al-Ghazali dan Imam al-Shatibi,” Tesis Master, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 2012, Hayatullah Laluddin, et al, “Al-Mas}lahah Public Interest with Special Reference to al-Imam al-Ghazali”, Jurnal Syariah, Vol. 14, No. 2, 2006, 103-120; Hayatullah Laluddin, “The Concept of Mas}lahah with Special Reference to Imam al-Ghazali and Its Potential Role in Islamization of Sociology”. Thesis Doktor of Philosophy, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 2006, 26-38. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 357Vol. 13, No. 2, November 2017dalam konsep al-munâsabat. Beliau melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan al-munâsabat, seperti; apakah ukuran yang pasti yang perlu diketahui seseorang untuk mengenal makna sesuatu itu bersesuaian? Kemudian beliau menjawab bahwa makna-makna yang bersesuaian itu ialah apa saja yang menunjukkan kepada maslahat dan tanda-tandanya. Lafal maslahat merupakan bentuk umum ijmâl dan ditujukan guna pengambilan manfaat dan menolak mudarat. Konsep al-munâsabat adalah kembali pada al-maqs}ad tujuan membagi al-maqs}ad tujuan dari munâsabat kepada dua hal terkait agama al-dînî dan terkait dunia al-dunyawi. Baik tujuan agama dan dunia, masing-masing memiliki “tah}s}îl” dan “ibqâ’”. Yang dimaksud “tah}s}îl” adalah meraih manfaat, dan yang dimaksud “ibqâ’” adalah senantiasa menolak mudarat. Artinya, tujuan dari munâsabat adalah senantiasa meraih manfaat dan menolak kitab al-Mustas}fâ min Ilm al-Us}ûl, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa maslahat ialah suatu pernyataan terhadap pencapaian manfaat dan menolak mudarat. Artinya, munâsabat dan maslahat terkait erat, yaitu sama-sama untuk mencapai manfaat dan menolak mudarat. Untuk mengetahui maslahat dari sesuatu, tidak dapat diketahui hanya oleh akal manusia, melainkan juga harus dengan bantuan dalil Pandangan beliau ini diikuti oleh Imam al-Syatibi dan ulama-ulama Untuk itu, ukuran diterimanya maslahat ialah syarak dan bukan akal Maslahat sendiri hakikatnya adalah memelihara tujuan syariat yang terbagi atas 5 hal memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, serta Sebaliknya, tujuannya bukan untuk atau atas dasar kehendak manusia. Penekanan ini bukan bermakna bahwa beliau menakan manusia, namun karena manusia mempunyai perbedaan dalam menilai maslahat, maka syarak mesti menjadi Menurut beliau, tujuan manusia hendaklah tidak bertentangan dengan 10 Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl fî Bayân al-Syabh wa al-Mukhîl wa Masâlik al-Tas}îl, Tahkik oleh Zakariyya Amayrat, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999 M/1420 H, 79. 11 Akbar Sarif, “Analisis Perbandingan...”, Fakhruddin al-Razi, al-Mah}sûl fî Ilm Us}ûl al-Fiqh, Tahkik oleh Taha Jabir Fayyadh al-Alwani, Juz 5, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet 2, 1416 H/1992 M, al-Syawkani, Irsyâd al-Fuh}ûl ilâ Tah}qîq al- H}aq min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abu Hafs Sami bin al-Arabi al-Asyra, Juz 2, Riyadh Dâr al- Fad}îlah, 1421 H/2000 M, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mustas}fâ min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abdullah Mahmud Muhammad Umar, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2008, 275. 15 Wahbah al-Zuhaili, Us}ûl al-Fiqh al-Islâmî, Juz 2, Damascus Dâr al-Fikr, Cet. 15, 1428 H/2007 M, 37. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad358Jurnal TSAQAFAHtujuan Dari sini dapat dipahami bahwa walaupun maslahat berdasarkan kehendak syarak, namun pada hakikatnya selaras dengan kehendak Imam al-Ghazali berpandangan bahwa maslahat hanya sebagai metode dalam pengambilan hukum, dan bukannya sebagai dalil atau sumber Oleh sebab itu beliau menjadikan maslahat sebagai dalil yang masih bergantung kepada dalil lain yang lebih utama, seperti al-Qur’an, al-Sunnah, dan ijmak. Jika maslahat bertentangan dengan nas, maka ia tertolak sama sekali. Dalam hal ini beliau sangat berhati-hati dalam membuka pintu maslahat agar tidak disalahgunakan oleh kepentingan hawa nafsu manusia. Bahkan di akhir dari pembahasan tentang maslahat dalam karyanya al-Mustas}fâ, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa maslahat bukan sumber hukum kelima setelah al-Qur’an, al-Sunnah, ijmak, dan qiyâs. Jika ada yang menganggap demikian, maka ia telah melakukan kesalahan, karena dalam pandangan Imam al-Ghazali maslahat kembali kepada penjagaan maqâs}id al-syarîah dan merupakan hujah Para ulama sepakat akan hal ini, kecuali Imam al-Syatibi yang berpandangan bahwa maslahat sebagai sumber hukum karena ia bersifat kulliy universal. Imam al-Syatibi menyatakan bahwa berhukum dengan sesuatu yang bersifat al-kulliy merupakan hukum qat}iy pasti dan para ulama sepakat akan hal mafsadah berarti sesuatu yang rusak21 atau suatu kemudaratan. Antonimnya adalah maslahat22 atau juga Artinya, mafsadah adalah kemudaratan yang membawa kepada kerusakan. Mafsadah dan maslahat memiliki kaitan yang erat. Ketika ulama menggunakan konsep maslahat dalam penentuan suatu hukum, 16 Yusuf Hamid Alim, al-Maqâs}id al-Ammah li al-Syarîah al-Islâmiyah, Riyadh al-Dâr al- Alamiyah li al-Kutub al- Islâmîy, Cet. 2, 2008, Lihat al-Syatibi, al-Muwâfaqât..., Jil. 1, Juz. 1, Mahdi Faslullah, al-Ijtihâd wa al-Mant}iq al-Fiqh fî al-Islâm, Beirut Dâr al-T}alî’ah, 297. Lihat juga Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam al Ghazali Maslahah Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta Pustaka Firdaus, 2002, 144. 19 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, 282-283. 20 Al-Syatibi, al-Muwâfaqât..., Jilid 2, Juz 3, 7. Lihat penjelasan al-Raysuni tentang pengaruh Imam al-Ghazali dalam pemikiran Imam al-Syatibi dalam, Ahmad al-Raysuni, Naz}ariyyah al-Maqâs}id ind Imâm al-Syât}ibî, Riyadh al-Dâr al-Âlamiyyah li al-Kutub al-Islâmî, Cet. 2, 1412 H/1992 M, 295-297. 21 Abi al-Husayn Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mujam Maqâyis al-Lughah, Abdussalam Muhammad Harun Muhaqqiq, Jil. 4, Mesir Mat}baah Mus}t}afâ al-Bâbî al-Halabî, Cet. 2, 1391 H/1971 M, Ibnu Manzur, Lisân al-Arab, Jil. 3, Beirut Dâr S}âdir, Cet. 3, 1414 H/1994 M, Qutb Mushtafa Sanu, Mujam Mus}t}alah{ât Us}ûl al-Fiqh, Damascus Dâr al-Fikr, 1420 H/2000 M, 318. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 359Vol. 13, No. 2, November 2017maka konsep mafsadah juga terikut. Menurut Imam al-Ghazali, mafsadah merupakan sesuatu yang membawa terhapusnya sebagian atau keseluruhan maqâs}id al-syarîah yang Dalam pandangan Imam al-Ghazali ini dikenal dengan mafsadah h}aqîqiyyah. Mafsadah h}aqîqiyyah tidak hanya merusak sebagian atau keseluruhan maqâs}id al-syarîah yang lima itu, namun juga menghapus atau merusak hal-hal yang terkait dengannya wasilah, atau dikenal dengan istilah mafsadah majâziyyah. Izzuddin Abdussalam mengatakan bahwa mafsadah majâziyyah merupakan sebab timbulnya mafsadah h} Sebagai contoh, zina adalah mafsadah h}aqîqiyyah, adapun melihat wanita yang bukan mahram merupakan mafsadah majâziyyah, karena merupakan perantara terjadinya zina. Jika perantara itu kuat, maka mafsadahnya semakin kuat dan Beramal dengan Maslahat dan MafsadahSecara umum syarat beramal dengan maslahat menurut Imam al-Ghazali adalah seperti berikuti. Maslahat itu hendaklah mulâim sesuai dengan maksud dan tujuan Inilah yang dijadikan standar penerimaan sesuatu maslahat atau penolakan sesuatu mafsadah. Jika ia sesuai dengan maksud dan tujuan syarak, maka ia diterima dan jika ia tidak sesuai dengan tujuan dan kehendak syarak, maka ia Maslahat tidak bertentangan dengan nas Jika betentangan, maka ia tertolak. iii. Maslahat tidak bertentangan dengan maslahat atau dengan dalil yang lebih kuat. Jika terjadi kontradiksi di antara maslahat dan maslahat, atau maslahat dengan mafsadah, maka Imam al-Ghazali menggunakan mana prediksi yang lebih benar ghalabat al-z}ann terhadap sesuatu Maslahat dapat diterima jika bersifat d}arûriyyah, kulliyyah, dan 24 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Izzuddin Abdussalam, Qawâid al-Ah}kâm fî Mas}âlih} al-Anâm, Juz 1, Cairo Dâr al-Syarq, 1388 H/1968 M, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mankhûl min Ta’lîqât al-Us}ûl, Beirut Dâr al-Fikr al-Muâs}ir, Cet. 3, 1998, 465; Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Abu Hamid al-Ghazali, Asâs al-Qiyâs, Riyadh Maktabah al-Abîkân, 1994, 99. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad360Jurnal TSAQAFAHqat}’iyyah29, atau berstatus z}ann yang mendekati qat}’ umum, syarat-syarat di atas diterima oleh para Namun perlu ditekankan bahwa maslahat yang bersifat d}arûriyyah, kulliyyah, dan qat}’iyyah yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali di atas hanya berlaku ketika orang-orang kar menjadikan tawanan Muslim sebagai perisai perang dan bukan dalam semua Imam al-Ghazali Peletak Kerangka Ilmu Maqâs}id al-SyarîahSecara umum, maqâs}id al-syarîah adalah tujuan yang hendak dicapai bagi manusia dari penetapan sebuah hukum syarak terhadap manusia demi tercapainya kemaslahatan dan terhindarnya kerusakan di dunia dan di akhirat. Tujuan tersebut terkait dengan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Untuk mencapai maqâs}id al-syarîah maka pencapaian maslahat dan penolakan mafsadah merupakan elemen penting dan haruslah seiring sejalan dan tidak dapat dipisahkan antara keduanya. Karena mencapai maslahat saja tanpa menolak mafsadah tidaklah lengkap untuk mencapai maqâs}id al-syarîah, sedangkan menolak mafsadah tanpa mencapai maslahat, maka manusia akan mengalami kekeliruan karena tidak adanya tujuan yang pasti yang hendak dicapai. Namun dengan pencapaian maslahat dan penolakan mafsadah yang berjalan seiring akan tercapailah tujuan dari syarak atau yang kita kenal dengan maqâs}id al-syarîah. Oleh sebab itu, pencapaian tehadap maslahat dan penolakan mafsadah dalam penentuan sebuah hukum amat diperlukan agar tidak melenceng dari tujuan syarak yang sebenarnya,33 sehingga konsep maslahat dan mafsadah masuk dalam maqâs}id al-syarî Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Ibid,. Jil. 1, Contohnya pandangan Imam al-Syatibi, bahwa maslahat itu sejalan atau sesuai dengan tujuan syarak, yaitu dapat diamalkan dengan tidak bertentangan dengan nas al-Qur’an, al-Sunnah, dan ijmak. Al-Syatibi, al- Itis}âm, Jilid 1, Juz 2, Tahkik oleh Sayyid Ibrahim, Cairo Dâr al-Hadîts, 2003, 372-373. Al-Syatibi, al-Muwâfaqât, Jilid 1, Juz 1, al-Syawkani, Irsyâd al-Fuh}ûl..., Juz 2, 993-994. Ahmad Munif Suratmaputra, Filsalafat Hukum..., Al-Amidi, al-Ih}kâm fî Us}ûl al-Ah}kâm, Juz 3, Riyadh Dâr al-S}amî’i, 1424 H/2003 M, 345-346. Muhammad al-Hadari Bik, Us}ûl al-Fiqh, Mesir Maktabah al-Tijâriyyah al-Kubrâ, Cet. 6, 1389 H/1969 M, Kutbuddin Aibak, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2008, 253. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 361Vol. 13, No. 2, November 2017Imam al-Ghazali berpandangan bahwa untuk mencapai tujuan syarak yang benar hendaklah dengan menjaga maslahat yang lima, namun memelihara maslahat saja tidaklah cukup untuk mencapai maqâs}id al-syarîah, ia mesti diikuti pula dengan menolak mafsadah. Bagi Imam al-Ghazali setiap perkara yang menafikan lima asas tujuan syariat tersebut adalah Penetapan maslahat dan mafsadah harus benar, sehingga tidak terjadi kontradiksi antara maslahat dengan maslahat atau maslahat dengan mafsadah. Artinya, dibutuhkan tarjih terhadap sesuatu yang diyakini maslahat atas suatu mafsadah. Dalam melakukan tarjih ini, Imam al-Ghazali menggunakan metode ghalabat al-z}ann,36 yang ditempuh atas tujuh cara 1 tarjih berdasarkan dominasi,37 2 tarjih berdasarkan d}arûriyyât al-khamsah,38 3 tarjih berdasarkan hukum taklifi,39 4 tarjih berdasarkan ruang lingkup pemakaiannya,40 5 berdasarkan legitimasi syarak,41 6 berdasarkan ijmak ulama,42 dan 7 berdasarkan i’tibâr al-ma’ Lalu bagaimana 35 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Muhammad Bakar Ismail Hubaib, Maqâs}id al-Syarîah Ta’s}îlan wa Taf’îlan, Makkah Idârah Da’wah wa al-Ta’lîm bi Râbit}ah al-Âlam al-Islâmî, 1427 H, 104. 37 Melakukan tarjih di antara kedua posisi dengan memilih salah satu yang lebih dominan. Jika posisi yang mendominasi adalah maslahat, maka ia adalah maslahat, dan jika yang mendominasi adalah mafsadah, maka ia adalah mafsadah. Berdasarkan konsep râjih} dan marjûh} dalam penentuan hukum, jika terjadi pertentangan di antara keduanya maka maslahat yang râjih} adalah diutamakan daripada maslahat atau mafsadah marjûh}. Lihat Abu Hamid al-Ghazali, al-Mankhûl..., 470. Yaminah Said Busaadi, Maqâs}id al-Syarîah wa Atsaruhâ fî al-Jam wa al-Tarjîh} bayna al-Nus}ûs}, Beirut Dâr Ibn H{azm, 1428 H/2007 M, 289. Ridzwan Ahmad, “Metode Pentarjihan Maslahah dan Mafsadah dalam Hukum Islam Semasa”, dalam Jurnal Syariah, Jil. 16, Bil. 1, 2008, Tarjih ini dilakukan dengan melihat kedudukan dan kekuatan dalam pemakaian maslahat dan mafsadah, dan juga melibatkan kedudukan maslahat dan mafsadah di dalam konsep d}arûriyyah, h}âjiyyah, dah tah}sîniyyah. Lihat Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Ibid., Jika maslahat dan mafsadah bertentangan dalam ruang lingkup penggunaannya, yaitu pada kategori umum dan khusus, menurut Imam al-Ghazali, maslahat atau mafsadah umum diutamakan daripada yang khusus. Ibid., 28141 Kedudukan maslahat dan mafsadah ditentukan oleh syarak. Dengan itu, pertentangan di antara keduanya juga ditentukan oleh sejauhmana kadar keperluan manusia terhadap keduanya di sisi syarak. Maka maslahat dan mafsadah qat}’iyyah adalah diutamakan daripada maslahat dan mafsadah wahmiyyah. Juga maslahat dan mafsadah z}aniyyah itu diutamakan daripada wahmiyyah. Lihat Ibid., Jil. 1, 279. Lihat juga Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl..., Maksudnya, mengutamakan kesepakatan para ulama dan menghindari pertentangan di antara mereka terkait maslahat dan mafsadah lebih diutamakan. Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl..., Artinya dengan menilai risiko dari suatu perbuatan tersebut. Dengan mengetahui risiko sesuatu itu, maka akan memudahkan fukaha dalam menentukan maslahat dan mafsadah. Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, 280 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mankhûl..., 468. Lihat juga Akbar Sarif dan Ridzwan Ahmad, “Kepentingan I’tibar al-Ma’al dalam Istinbat Hukum dan Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad362Jurnal TSAQAFAHjika maslahat dan mafsadah sama kedudukannya? Atas hal itu para ulama beramal dengan kaidah fikih “Dar’ al-mafâsid muqaddam min jalb al-mas}âlih}” .44 Ini karena persamaan di antara maslahat dengan mafsadah ada dalam pemikiran mujtahid ketika proses penentuan hukum. Sebelum ditentukan mana posisi yang dominan, maka mujtahid akan menganggap kedua posisi itu adalah Setelah diketahui mana posisi yang dominan, maka ia diutamakan. Walau sebenarnya kaidah ini bukanlah sesuatu yang mutlak, karena ia hanya salah satu dari metode ijtihad jika terjadi ikhtilaf. Konsep maslahat dan mafsadah yang dijelaskan secara komprehensif oleh Imam al-Ghazali di atas telah menjadi asas bagi maqâs}id al-syarîah. Atas dasar itu, beliau dianggap sebagai peletak asas-asas utama atau kerangka ilmu maqâs}id al-syarî Al-Raysuni mengapresiasi beliau dan mengatakan bahwa Imam al-Ghazali mempunyai kedudukan yang tinggi dan pengaruh yang luas dalam pembahasan ilmu maqâs}id, baik semasa beliau hidup hingga hari ini. Meski cikal-bakal ilmu maqâs}id sudah ada di masa Imam al-Juwaini, namun Imam al-Ghazali layak dianggap sebagai peletak dan pendahulu terhadap ilmu ini karena pemikirannya yang komprehensif dan Maslahat dan Mafsadah dalam Penentuan HukumJika dilihat secara keseluruhannya pada konsep maslahat dan mafsadah, maka akan didapati banyak kesamaan antara Imam al-Ghazali dengan ulama lain dalam penentuan hukum syariat. Namun Aplikasinya dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia” dalam Noor Naemah, at al, Maqasid al-Shari’ah Konsep dan Pendekatan, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, 2016, Al-Suyuti, al-Asybâh wa al-Naz}âir fî Qawâid wa Furû Fiqh al-Syâiyyah, Mesir Mus}t}afâ al-Bâb al-Halabi wa Awlâdih, 1356 H/ 1938 M, Muhammad Abu Zahrah, Us}ûl al-Fiqh, Cairo Dâr al-Fikr al-Arabî, Lihat Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi, Maqâs}id al-Syarîah..., 75-75. Ridzwan bin Ahmad, “Keunggulan Metodologi Hukum Imam al–Sya’i dalam Menangani Permaslahan Hukum Islam Semasa Kertas Kerja dibentang dalam Seminar Hukum Islam Semasa VI Peringkat Kebangsaan ’Pemantapan Mazhab Sha’i di Malaysia’ Anjuran Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 22-23 Oktober 2009 bersamaan 3-4 Zulkaedah 1430 H, 1647 Ahmad al-Raysuni,“al-Bah}ts fî Maqâs}id al-Syarîah Nasy’atuhu wa Tat}awuruhu wa Mustaqbaluhu”, dalam Ahmad Zaki Yamani, Maqâs}id al-Syarîah al- Islâmiyyah Dirâsât fî Qad}âyâ al-Manhaj wa Majâlât al-Tat}bîq, Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turâts al-Islâmî-Markaz Dirâsât Maqâs}id al-Syarîah al-Islâmiyyah, 2006, 211. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 363Vol. 13, No. 2, November 2017biasanya terdapat perbedaan pada masalah furû’iyyah cabang yang disebabkan perbedaan pandangan terkait syarat beramal dengan maslahat dan mafsadah itu. Contohnya, hukum dibolehkan atau tidaknya memukul orang yang dituduh melakukan Imam al-Ghazali dari Sya’iyyah melarang memukul orang yang masih diragukan melakukan sebuah Sedangkan ulama lain seperti Imam al-Syatibi, membolehkan tindakan itu guna mendapatkan maklumat atau pengakuan dari si kasus seperti ini kemungkinan banyak yang menganggap bahwa seseorang yang melakukan pidana tidak mungkin mengakui kesalahannya, maka dengan melakukan pemukulan akan terungkap pengakuan dari pihak terpidana, dengan kata lain pemukulan merupaka n perantara kepada pengakuan. Menurut Imam al-Syatibi, pemukulan ini mempunyai dua kebaikan pertama, akan menjadi pengakuan dan bukti terpidana di hadapan Tuhannya dan kedua, akan memberikan efek jera sehingga yang lain tidak akan berani melakukan hal yang Berbeda dengan itu, Imam al-Ghazali berpandangan bahwa meskipun tindakan pemukulan itu mengandung maslahat, namun di dalamnya terdapat pertentangan antara maslahat dan mafsadah. Dan Imam al-Ghazali dalam posisi bahwa syarat beramal dengan maslahat adalah tidak terdapat kontradiksi di Sedangkan dalam kasus ini terdapat pertentangan antara maslahat dan mafsadah, yaitu pertama, maslahat penjagaan jiwa orang yang tertuduh melakukan pidana, padahal boleh jadi ia tidak melakukan kejahatan tersebut. Kedua adalah maslahat penjagaan harta. Jika dilakukan pemukulan akan mengakibatkan mafsadah kepada orang yang tertuduh. Imam al-Ghazali lantas melakukan tarjih atas maslahat dan mafsadah untuk mencapai tujuan syarak yang benar. Pada kesimpulannya, Imam al-Ghazali memandang bahwa tidak memukul atau membebaskan orang yang melakukan kesalahan lebih baik daripada memukul orang yang 48 Penjelasan tentang kedua mazhab ini silahkan rujuk Abdullah Abd al-Muhsin al-Turki, Asbâb Ikhtilâf al-Fuqahâ, Cairo Mat}ba’ah al-Sa’âdah, 1973, 202-203; Saadan Man, et al, Fiqh Ikhtilaf, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, 2009, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa..., Jil. 1, 278. Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl..., Al-Syatibi, al-Muwâfaqât…, Jil. 1, Ibid., Abu Hamid al-Ghazali, Asâs al-Qiyâs…, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, 278. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad364Jurnal TSAQAFAHDua sebab tersebut masuk ke dalam d}arûriyyat al-khamsah yang mesti dijaga. Penjagaan jiwa memerlukan penjagaan dengan tidak memberikan hukuman kecuali kepada terpidana. Kejahatan hendaklah ditetapkan dengan hujah atau bukti. Jika tidak terdapat hujah yang kuat, maka hukuman bagi tertuduh melakukan pidana tidak dapat diberikan. Oleh karena itu, jika tidak ada bukti seseorang melakukan kesalahan, maka dilarang melakukan hukuman kepadanya. Hukuman atas orang yang tidak melakukan kesalahan berarti telah menghilangkan hak orang tersebut untuk menjaga jiwanya dan Jikapun bagi pemilik harta terdapat maslahat dengan memukul tertuduh dengan harapan ia mengakui sesuatu yang belum tentu dibuatnya, maka hal tersebut merupakan suatu kesalahan, karena kesaksiannya tidak dapat diterima dalam keadaan Dengan begitu sebaiknya tidak memberikan hukuman kepada orang yang masih diragukan melakukan kesalahan kecuali telah ada bukti. Allah SWT telah memperingatkan kepada manusia melalui rma-Nya  “Dan orang-orang yang mengganggu serta menyakiti orang lelaki dan perempuan yang beriman dengan perkataan atau perbuatan yang tidak tepat dengan suatu kesalahan yang dilakukannya, maka sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan menuduh secara dusta dan berbuat dosa yang amat nyata.” QS. al-Ahzab 58Dari ayat ini dapat dipahami bahwa jika tiada kesalahan yang dilakukan oleh seseorang maka dilarang menyakitinya. Orang yang telah menyakiti tersebut telah memikul kesalahan karena menuduh secara dusta dan dosa. Dengan begitu, sebaiknya tidak memukul orang yang masih diragukan melakukan pencurian sebaiknya tidak dilakukan. Hal demikian juga merupakan suatu ketidakadilan. Islam 54 Baca, Ahmad Fathi Bahnasi, al-Jarâim fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah, Cairo al-Syirkah al-Arabiyyah, 1959, 59-62. Lihat Juga Abd al-Qadir Awdah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad}’iy, Juz 2, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet. 14, 1419 H/1998 M, 611-617. 55 Bersaksi dalam keadaan terpaksa masih ikhtilaf di kalangan ulama antara dibolehkan atau tidak, pendapat pertama mengatakan bahwa pengakuan dalam keadaan terpaksa tidak dapat diterima, sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa pengakuan terpaksa yang dilakukan oleh orang yang diketahui sering melakukan kesalahan maka dibolehkan untuk memukulnya, demi mendapat pengakuannya. Penjelasan lebih lanjut lihat, Ahmad Fathi Bahnasi, al-Masâliyyat al-Jinâiyyah fî al-Fiqh al-Islâmî, Cairo Dâr al-Qalam, 1961, 211-215. Lihat Juga, Ahmad Muhammad Abd al-Azim al-Jamal, Amn al-Ummah min Manz}ûr Maqâs}id al-Syarî’ah, Cairo Dâr al-Salâm, 1430 H/ 2009 M, 217. Lihat, Yunus Abd al-Qawa al-Sayyid al-Sya’i, al-Jarîmah wa al-Iqâb fî al-Fiqh al-Islâmî, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1424 H/ 2003 M, 262-270. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 365Vol. 13, No. 2, November 2017amat menjaga keadilan, baik atas individu atau Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa Imam al-Ghazali telah meletakkan syarat diterimanya maslahat, yakni harus terhindar dari kontradiksi. Jika terjadi kontradiksi di antara dua maslahat atau maslahat dengan mafsadah, maka digunakanlah ghalabat al-z}ann untuk diamalkan oleh para mujtahid agar tidak terjadi al-Ghazali berpandangan bahwa mencapai kemaslahatan dan mencegah kemudaratan dimaksudkan untuk memelihara dan menjaga tujuan dan kehendak syarak. Kedua konsep maslahat dan mafsadah mempunyai hubungan yang erat, bahkan gabungan kedua konsep ini secara keseluruhan akan membawa tercapainya maslahat yang hakiki dan tercapainya tujuan syarak. Bagi Imam al-Ghazali, konsep maslahat dan mafsadah hanya sebagai metode saja dalam penentuan hukum dan bukannya sebagai dalil. Untuk menghindari penyelewengan pengaplikasian konsep tersebut perlu diselidiki dan diimbangi secara cermat terlebih dahulu dengan melakukan tarjih antara maslahat dengan mafsadah sebelum menyatakan sesuatu itu maslahat atau Imam al-Ghazali dalam permasalahan maslahat dan mafsadah menunjukkan kapabilitas ilmu beliau di bidang maqâs}id. Terdapat dua alasan utama mengapa beliau dianggap sebagai ulama yang memainkan peran dalam kajian tentang maslahat, pertama Imam al-Ghazali telah membahas konsep ini secara detail lagi sistematik dalam karyanya, kedua terminologi dan klasikasi yang dimiliki oleh Imam al-Ghazali digunakan oleh para ulama setelah beliau. Atas dasar itu Imam al-Ghazali layak dianggap sebagai peletak dan pendahulu ilmu maqâs}id, karena pemikirannya yang komprehensif dan sistematis, meski cikal-bakal ilmu tersebut sudah ada di masa Imam al-Juwaini.[]Daftar PustakaAbdussalam, Izzuddin. 1388 H/1968 M. Qawâid al-Ah}kâm fî Mas}âlih} al-Anâm, Juz 1. Cairo Dâr Zahrah, Muhammad. Târîkh al-Madhâhib al-Islâmiyyah fî 56 Muhammad Salim al-Awi, Maqâs}id al-Sukûti al-Tasyrî’iy, Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turats al-Islâmî, 2008, 49-52. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad366Jurnal TSAQAFAHTârîkh al-Madhâhib al-Fiqhiyyah, Jil. 2. Cairo Dâr al-Fikr al-Arabiy. ______. Us}ûl al-Fiqh. Cairo Dâr al-Fikr al-Arabî. Ahmad, Ridzwan. 2008. “Metode Pentarjihan Maslahah dan Mafsadah dalam Hukum Islam Semasa”, dalam Jurnal Syariah, Jil. 16, Bil. 1. Aibak, Kutbuddin. 2008. Metodologi Pembaharuan Hukum Islam. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Alim, Yusuf Hamid. 2008. al-Maqâs}id al-Ammah li al-Syarîah al-Islâmiyah. Riyadh al-Dâr al- Alamiyah li al-Kutub al- Islâmîy, Cet. 1424 H/2003 M. al-Ih}kâm fî Us}ûl al-Ah}kâm, Juz 3. Riyadh Dâr al-S}amî’i. Al-Awi, Muhammad Salim. 2008. Maqâs}id al-Sukûti al-Tasyrî’iy. Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turâts Abd al-Qadir. 1419 H/1998 M. al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad}’iy, Juz 2, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet. Yusuf Ahmad Muhammad. 2000. Maqâs}id al-Syarîah ind Ibn Taymiyyah. Jordan Dâr al-Nafâis. Bahnasi, Ahmad Fathi. 1959. al-Jarâim fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah. Cairo al-Syirkah al-Arabiyyah. ______. 1961. al-Masâliyyat al-Jinâiyyah fî al-Fiqh al-Islâmî. Cairo Dâr Muhammad al-Hadari. 1389 H/1969 M. Us}ûl al-Fiqh. Mesir Maktabah al-Tijâriyyah al-Kubrâ, Cet. 6. Busaadi, Yaminah Said. 1428 H/2007 M. Maqâs}id al-Syarîah wa Atsaruhâ fî al-Jam wa al-Tarjîh} bayna al-Nus}ûs}. Beirut Dâr Ibn H{ Mahdi. , al-Ijtihâd wa al-Mant}iq al-Fiqh fî al-Islâm. Beirut Dâr al-T}alî’ah. Al-Ghazali, Abu Hamid. 1994. Asâs al-Qiyâs. Riyadh Maktabah al- 1998. al-Mankhûl min Ta’lîqât al-Us}ûl. Beirut Dâr al-Fikr al-Muas}ir, Cet. 3. ______. 1999 M/1420 H. Syifâ’ al-Ghalîl fî Bayân al-Syabh wa al-Mukhîl wa Masâlik al-Tas}îl, Tahkik oleh Zakariyya Amayrat. Beirut Dâr al-Kutub al- 2008. al-Mustas}fâ min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abdullah Mahmud Muhammad Umar. Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah. Hubaib, Muhammad Bakar Ismail. 1427 H. Maqâs}id al-Syarîah Ta’s}îlan wa Taf’îlan. Makkah Idârah Da’wah wa al-Ta’lîm bi Râbit}ah al-Âlam al-Islâmî. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 367Vol. 13, No. 2, November 2017Ibnu Ahmad, Ridzwan. 1430 H. “Keunggulan Metodologi Hukum Imam al–Sya’i dalam Menangani Permaslahan Hukum Islam Semasa Kertas Kerja dibentang dalam Seminar Hukum Islam Semasa VI Peringkat Kebangsaan ’Pemantapan Mazhab Sha’i di Malaysia’ Anjuran Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 22-23 Oktober 2009 bersamaan 3-4 Zulkaedah. Ibnu Manzur. 1414 H/1994 M. Lisân al-Arab, Jil. 3. Beirut Dâr S}âdir, Cet. Moni, Yasid. 2004. “Metode Pentafsiran Nass Menurut Mutakalimin dan Ahnaf Satu Analisis”, Thesis Doktor. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universeiti Malaya. Al-Jamal, Ahmad Muhammad Abd al-Azim. 1430 H/ 2009 M. Amn al-Ummah min Manz}ûr Maqâs}id al-Syarî’ah, Cairo Dâr al-Salâm. Khalaf, Abd al-Wahab. 1942. Ilm Us}ûl al-Fiqh. Mesir Maktabah Dakwah al-Islâmiyah, Cet. 8. Laluddin, Hayatullah. 2006. “The Concept of Mas}lahah with Special Reference to Imam al-Ghazali and Its Potential Role in Islamization of Sociology”. Thesis Doktor of Philosophy. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya. ______. et al. 2006. “Al-Mas}lahah Public Interest with Special Reference to al-Imam al-Ghazali”, Jurnal Syariah, Vol. 14, No. 2. Man, Saadan. et al. 2009. Fiqh Ikhtilaf. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya. Al-Qara. 1995. Nafâis al-Us}ûl fî Syarh} al-Mahs}ûl, Maktabah Must}afâ al-Baz. Al-Raysuni, Ahmad. 1412 H/1992 M. Naz}ariyyah al-Maqâs}id ind Imâm al-Syât}ibî. Riyadh al-Dâr al-Âlamiyyah li al-Kutub al-Islâmî, Cet. Fakhruddin. 1416 H/1992 M. al-Mah}sûl fî Ilm Us}ûl al-Fiqh, Tahkik oleh Taha Jabir Fayydh al-Alwani, Juz 5, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet Qutb Mushtafa. 1420 H/2000 M. Mujam Mus}t}alah{ât Us}ûl al-Fiqh. Damascus Dâr Akbar. 2012. “Analisis Perbandingan Konsep Maslahah dan Mafsadah antara Imam al-Ghazali dan Imam al-Shatibi,” Tesis Master. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya. ______., Ridzwan Ahmad. 2013. “Maslahah sebagai Metode Istinbat Hukum serta Aplikasinya dalam Pembinaan Hukum Satu Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad368Jurnal TSAQAFAHAnalisis”, Makalah dalam International Seminar on Usul Fiqh 2013, di Universiti Sains Islam Malaysia USIM, Bandar Baru Nilai, Negeri Sembilan 23-24 Oktober Ridzwan Ahmad. 2016. “Kepentingan I’tibar al-Ma’al dalam Istinbat Hukum dan Aplikasinya dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia” dalam Noor Naemah, at al, Maqasid al-Shari’ah Konsep dan Pendekatan. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya. Suratmaputra, Ahmad Munif. 2002. Filsafat Hukum Islam al Ghazali Maslahah Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta Pustaka 1356 H/ 1938 M. al-Asybâh wa al-Naz}âir fî Qawâid wa Furû Fiqh al-Syâiyyah. Mesir Mus}t}afâ al-Bâb al-Halabi wa Awlâdih. Al-Sya’i, Muhammad Idris. al-Risâlah. Beirut al-Maktabah al-Islâmiyyah. Al-Sya’i, Yunus Abd al-Qawa al-Sayyid. 1424 H/ 2003 M. al-Jarîmah wa al-Iqâb fî al-Fiqh al-Islâmî. Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah. Al-Syatibi. 1424 H/2003 M. al-Muwâfaqât fî Us}ûl al-Syarî’ah, Tahkik oleh Muhammad Abdullah Darraz, Jil. 2, Juz 4. Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. 2003. al- Itis}âm, Jilid 1, Juz 2, Tahkik oleh Sayyid Ibrahim. Cairo Dâr al-Hadîts. Al-Syawkani. 1421 H/2000 M. Irsyâd al-Fuh}ûl ilâ Tah}qîq al- H}aq min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abu Hafs Sami ibn al-Arabi al-Asyra, Juz 2. Riyadh Dâr al- Fad} Abdullah Abd al-Muhsin. 1973. Asbâb Ikhtilâf al-Fuqahâ. Cairo Mat}ba’ah al-Sa’âdah. Yamani, Ahmad Zaki. 2006. Maqâs}id al-Syarîah al- Islâmiyyah Dirâsât fî Qad}âyâ al-Manhaj wa Majâlât al-Tat}bîq. Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turâts al-Islâmî-Markaz Dirâsât Maqâs}id al-Syarîah al-Islâmiyyah. Zakariya, Abi al-Husayn Ahmad bin Faris bin. 1391 H/1971 M. Mujam Maqâyis al-Lughah, Tahkik oleh Abdussalam Muhammad Harun, Jil. 4. Mesir Mat}baah Mus}t}afâ al-Bâbî al-Halabî, Cet. Hamid Fahmy. 2009. “Framework Studi Islam”, dalam Jurnal Islamia, Vol. V, Al-Zuhaili, Wahbah. 1428 H/2007 M. Us}ûl al-Fiqh al-Islâmî, Juz 2. Damascus Dâr al-Fikr, Cet. 15. ... Any form of risk faced by the bank is one form of mafsadah. In Islam, the achievement of the maslahah and denial of mafsadah is the ultimate goal of setting up Islamic law hukm especially to resolve contemporary Muslims problems Sarif & Ahmad, 2017. Maslahah and mafsadah are approaches used by the scholars and mujtahid to solve problems in which evidence is not found in the al-Quran and hadith by using a particular methodology. ...... Islamic scholars regard maslahah as the true goal of justice. According to Imam al-Ghazali as cited by Sarif & Ahmad 2017, maslahah is just a method or the way to bring out the hukm rather than an evidence or sources of hukm. Therefore it still needs to depend on the primary sources which are Al-Quran and Sunnah because the element of maslahah itself is the main focus and the purpose of hukm in Islam Ishak, 2019 in Surah 5 that says "Allah does not intend to make difficulty for you"Qur'an, 5 6. ... Norazlina MamatA. RidzwanThe permissible imposition of ta’widh on the delay repayment against financing in Islamic banking is based on the ijitihad made by Shariah advisor of bank as a maslahah. The concept of maslahah and mafsadah are always used as a guide by Muslim Scholars to resolve contemporary Muslim problems. For this research, the instrument used to obtain the data is through library method and field research. The data was then analyzed using inductive and deductive method to see whether or not maslahah approach towards this issue is in line with its concept and objective. Generally, results showed that the late payment charges imposed by Islamic banking have conformed to the real maslahah concept by celebrating both parties, banks and customers, based on some aspects investigated such as the law imposition of ta’widh itself, the basis and the rate of ta’widh imposition, as well as ta’widh clauses in contracts. Thus, this research has found out that the Islamic banking institutions in Malaysia need to improve on the implementation of ta’widh as one of the ways to prevent customers from the lapse of repaying to the bank.... Various previous studies had shown that Islamic leadership based on the Quran and Sunnah has positive implications for organizations. This is because Islam always teaches its followers to achieve maslahah and completely reject masfadah Sarif & Ahmad, 2018. The practice of achieving maslahah and completely rejecting masfadah means that the person is wise enough to only do good. ...... This the researcher said because based on the results of interviews with the subject that they had long used the pirated windows as a facility to use. In addition, civil servants were also seen using the same pirated windows used by students [22]. ...SadianiLaili WahyunitaMuhammad Bayu Heksa Putra HermawanAnnisa RahimahThis research was motivated by the widespread use of pirated windows among students of IAIN Palangka Raya that they get from the service of installing computer shops in the City of Palangka Raya. The legal status of using pirated windows is categorized as urf facade. . But there is tolerance among students of IAIN Palangka Raya who are classified as not being able to obtain original windows, that they may use pirated windows for lecture purposes. This is ḥillah because the origin was banned but used for good. Also due to difficulties if you require to use original windows. Finally, the use of pirated windows can be tolerated. This is in line with the masyaqqah's perspective that the aim is to take rukhs’ Adi Saputera, Moh. Said Alhamid, Kurniati& Ajub IshakPenelitian ini berusaha menelisik bagaimana implementasi asas ultitum remedium dalam ruang kajian hukum pidana dan jinayah islam terhadap pemidanaan anak di Pengadilan Negeri Gorontalo, Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan field research yang menitikberatkan pada hasil pengumpulan data dari informan yang telah ditentukan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Adapun sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Data akan dianalisa dengan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan asas yang dimaksudkan dalam proses persidangan anak cenderung terbaikan, hal inijelas sebagaimana penelusuran penulis sejak 2017 hingga saat ini hakim selalu menjatuhkan sanksi pidana berupa kurungan/penjara. Adapun dalam perspektif hukum islam, menyatakan bahwa penjatuhan sanksi pidana harus melihat konsep ahliyyah, yaitu kemampuan dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya. Artinya, anak dianggap tidak memiliki kecakapan untuk bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah diperbuat, dengan pertimbangan restorative justice dan kemaslahatan anak itu article aims to strengthen the ruling on the law of husbands forcing their wives to have abortions due to economic reasons. So far, abortion has always been considered to be something that is always blamed in law and religion, when in fact humans have the right to have an abortion legally, according to the reasons that support it. This type of research uses qualitative, with a literature review approach where the data collected by researchers are taken based on primary and secondary sources. Primary sources are related to the topic of abortion and the thoughts of Al Ghazali and Yusuf Qardawi about abortion, while secondary based on previous studies relevant to the theme. The analysis technique used is content analysis, with descriptive-analysis method. The results of this study indicate that 1 When viewed from Maqashid Sharia Al Ghazali that the law of abortion due to economic factors is haram, while 2 When reviewing the concept of emergency Yusuf Qardawi that abortion due to economic factors is permissible but not more than 40 days of gestation, with the author's analysis that Yusuf Qardawi allows for reasons of common benefit, because poverty economic factors is prone to be a factor of crime against society, such as theft, robbery and even murder. Busyro BusyroOne of the people who have the right to receive the zakâh mentioned in the eight aṣnâf is fî sabîlillah people who are in a jihâd. Jihâd and all the means relating to it are the initial meaning agreed upon by most of ulama. The term fî sabîlillâh has been understood further in the context of the construction of places of worship and Islamic centers. This meaning expansion the term fî sabīlillah certainly needs to be seen in relation to maqâṣid al-syarîah, especially in relation to illat as one of the main instruments of maqâṣid al-syarîah. The discussion by using illat concluded that the development of the meaning of fî sabîlillâh to other than jihâd is permissible as long as it is intended to help individuals who struggle for the sake of the establishment of religion by financing their activities. Furthermore, this meaning is more in line with maqâṣid al-syarîah. Abdullah Tri WahyudiThe dominance of systemic law in Indonesia which stems from Legal Positivism also affects the legal reasoning conducted by judges in court. Systemic law positions moral outside the law is failing to realize justice, this failure also affects the failure of legal reasoning by judge for cases in court. For this reason, it is necessary to change radically from systemic to non-systemic and also in legal reasoning by returning the law that is not value or moral free. This study aims to offer a change in systemic law to non-systemic law and how the value base in non-systemic legal reasoning. This study uses a philosophical approach that is by conducting an in-depth analysis of legal theories of Legal Positivism with theories of criticism of it in legal reasoning used by judges in court then for criticism in systemic legal reasoning the author tries to offer a non-systemic legal reasoning base with the ethical concept according to Imam Al-Ghazali. Dominasi hukum sistemik di Indonesia yang berakar dari positivisme hukum mempengaruhi pula penalaran hukum yang dilakukan hakim di pengadilan. Hukum sistemik memposisikan moral di luar dari hukum telah gagal mewujudkan keadilan, kegagalan ini berpengaruh pula pada kegagalan penalaran hukum terhadap kasus-kasus yang masuk ke pengadilan. Untuk itu perlu perubahan secara radikal dari hukum sistemik ke arah hukum non-sistemik termasuk pula dalam penalaran hukum dengan mengembalikan hukum itu tidak bebas nilai/moral basis nilai/moral. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penawaran perubahan hukum sistemik menjadi hukum non-sistemik dan bagaimana basis nilai dalam penalaran hukum non-sistemik. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis yaitu dengan melakukan analisis secara mendalam terhadap teori-teori hukum Positivisme Hukum dengan teori-teori kritik terhadapnya di dalam penalaran hukum yang digunakan hakim di pengadilan kemudian atas kritik dalam penalaran hukum sistemik penulis mencoba menawarkan basis nilai penalaran hukum non-sistemik dengan konsep etika menurut Imam FentiningrumKebolehan aborsi telah memperoleh legislasi di Indonesia, meskipun dalam hukum Islam melarang adanya praktik aborsi. Adanya legislasi ini membuat resah masyarakat karena hal ini bisa menyebabkan pihak lain dengan leluasa melakukan aborsi. Pada kenyataannya aborsi bisa dilakukan karena kehamilan yang tidak diharapkan KTD baik dalam perkawinan maupun di luar perkawinan seperti pemerkosaan. Korban perkosaan yang mengalami hamil akan memiliki trauma yang sangat luar biasa yang dapat mengancam dirinya. Maka dari itu perlu adanya tindakan-tindakan untuk mengurangi dampak yang terjadi pada diri korban. Selain itu, faktor ekonomi turut andil dalam menyumbang angka aborsi. Jenis penelitian ini adalah kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi sumber-sumber data dengan analisis menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Objek dari penelitian ini adalah pasal-pasal yang mengatur kebolehan aborsi dalam perundangan-undangan di Indonesia dengan analisis maqashid syari’ah Imam Ghazali. Kebolehan aborsi ini bertujuan untuk melindungi nyawa si ibu, karena ibu merupakan induk yang hidup dan memiliki tanggung jawab terhadap kehidupannya. Praktik Aborsi tentunya harus memperhatikan standar prosedur kelayakan yang telah ditetapkan oleh tim medis, tidak boleh melakukannya dengan cara illegal karena itu bisa membahayakan nyawa si ibu. Di samping itu, aborsi pun berhubungan dengan faktor ekonomi. [The permissibility of abortion has obtained legislation in Indonesia, although in Islamic law it prohibits the practice of abortion. The existence of this legislation has made the public uneasy because this could cause othe parties to carry out abortions. In fact, abortion can be done because of an unexpected pregnancy KTD both in marriage and outside of marriage such as rape. Rape victims who become pregnant will experience tremendous trauma that can threaten themselves. Therefore, it is necessary to take measures to reduce the impact on victims. Other than that, economic factors also contribute to the number of abortions. This type of research is a library with a qualitative approach, the data study method used is documentation of data sources with analysis using descriptive-qualitative methods. The object of this research is the articles regulating the permissibility of abortion in Indonesian legislation with the analysis of the maqashid syari’ah Imam Ghzali. Abortion permits are intended to protect the life of the mother, because the mother is a living parent and has responsibility for her life. The practice of abortion, of course, must pay attention to standard procedures set by the medical team, not to do it illegally because it could endanger the life of the mother. Othet than that, abortion is also relate to economic factors.] Busyro BusyroAbstrakHarta merupakan kebutuhan setiap orang yang di dalam Islam mesti didapatkan sesuai dengan aturan-aturan yang benar. Menurut Yûsuf al-Qaradhâwî apabila seseorang sudah terlanjur mendapatkan harta dengan cara maksiat, maka yang bersangkutan tidak boleh memanfaatkan harta itu untuk dirinya, sebaliknya harta itu boleh dipergunakan untuk kepentingan umum. Pemikiran hukum ini beranjak dari adanya pertentangan antara konsep larangan memanfaatkan harta haram secara dharûriyah dan konsep larangan menyia-nyiakan harta yang juga berada dalam tingkat dharûriyah. Dengan pendekatan fiqh maqâshid al-Qaradhâwî menyimpulkan bahwa pertentangan antara dua dharûriyah yang berhubungan dengan pemanfaatan harta harus diprioritaskan kepada mafsadah yang lebih kecil dan maslahah yang lebih besar. Sehingga dengan demikian harta hasil maksiat tidak boleh dimanfaatkan oleh si pelaku maksiat karena menimbulkan mafsadah yang lebih besar pada dirinya dan tidak ada celah maslahah yang didapatkannya. Sebaliknya harta itu boleh dimanfaatkan untuk kepentingan umum, karena terhindar dari mafsadah dan menghasilkan maslahah. Kata Kunci Harta, maslahah, mafsadah, dharûriyah, fiqh maqâshid Abstract Wealth is the need of everyone. In Islam, wealth must be obtained in accordance with the right rules. According to Yûsuf al-Qaradhâwî, if a person has already acquired property by means of immoral, then the concerned must not use the property for himself, otherwise the property may be used for public purposes. This legal thinking moved from the contradiction between the concept of prohibition of harnessing haram possessions by dharuriyah and the concept of prohibition of wasting the wealth which also are in the level of dharuriyah. Using fiqh approach maqashid al-Qaradhâwî concluded that the contradiction between two dharuriyah thinks associated with the use of property should be prioritized to smaller mafsadah and bigger maslahah. Thus the treasure of immoral results should not be exploited by the perpetrators of immoral because it leads to a bigger mafsadah on him and no gap maslahah he got. Instead the treasure may be utilized for the public interest, because avoid mafsadah and produce maslahah. Key word Wealth, maslahah, mafsadah, dharuriyah, fiqh maqashidMetode Pentarjihan MaslahahDan MafsadahDalam Hukum Ridzwan AhmadThe concept of maslahah and mafsadah are always being used as a guide by Muslim Scholars to resolve contemporary Muslims problems. Although, the both concepts were discussed in Usul Fiqh's books, the discussions only touch on a general concept based on examples from the existing Islamic Jurisprudence laws. Furthermore, how to apply the both concepts when there is a contradiction between the two is only been discussed in general without any specific method. This article tries to propose several 'tarjih' methods towards mafsadah and maslahah in resolving contemporary Muslim problems. The methods will be analyzed and used in order to ensure the application of maslahah and mafsadah are not derailed from the truth and is not easily used by certain bodies to claim that their decision is related with the both Noor Naemah, at al, Maqasid alShari'ah Konsep dan PendekatanAplikasinya Dalam Fatwa Majelis UlamaIndonesiaAplikasinya dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia" dalam Noor Naemah, at al, Maqasid alShari'ah Konsep dan Pendekatan, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, 2016, wa al-Naz} âir fî Qawâ'id wa Furû' Fiqh al-Syâfi'iyyah, Mesir Mus} t} afâ al-Bâb al-Halabi wa AwlâdihAl-SuyutiAl-Suyuti, al-Asybâh wa al-Naz} âir fî Qawâ'id wa Furû' Fiqh al-Syâfi'iyyah, Mesir Mus} t} afâ al-Bâb al-Halabi wa Awlâdih, 1356 H/ 1938 M, 88. 45Us} ûl al-Fiqh, Cairo Dâr al-Fikr alZahrah Muhammad AbuMuhammad Abu Zahrah, Us} ûl al-Fiqh, Cairo Dâr al-Fikr al-'Arabî, Pembaharuan Hukum Islam. Yogyakarta Pustaka PelajarKutbuddin AibakAibak, Kutbuddin. 2008. Metodologi Pembaharuan Hukum Islam. Yogyakarta Pustaka id al-'Ammah li al-Syarî'ah alIslâmiyah. Riyadh al-Dâr al-'Alamiyah li al-Kutub al-IslâmîyYusuf 'alimHamid'Alim, Yusuf Hamid. 2008. al-Maqâs} id al-'Ammah li al-Syarî'ah alIslâmiyah. Riyadh al-Dâr al-'Alamiyah li al-Kutub al-Islâmîy, Cet. id al-Sukûti al-Tasyrî'iyAl-' AwiMuhammad SalimAl-'Awi, Muhammad Salim. 2008. Maqâs} id al-Sukûti al-Tasyrî'iy. Cairo Mu'assasat al-Furqân li al-Turâts H/1998 M. al-Tasyrî' al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad} 'iyAwdahQadirAwdah, Abd al-Qadir. 1419 H/1998 M. al-Tasyrî' al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad} 'iy, Juz 2, Beirut Mu'assasat alRisâlah, Cet. id al-Syarî'ah 'ind Ibn TaymiyyahYusuf Ahmad Al-BadawiMuhammadAl-Badawi, Yusuf Ahmad Muhammad. 2000. Maqâs} id al-Syarî'ah 'ind Ibn Taymiyyah. Jordan Dâr fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah. Cairo al-Syirkah alAhmad BahnasiFathiBahnasi, Ahmad Fathi. 1959. al-Jarâim fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah. Cairo al-Syirkah al-'Arabiyyah.
Semua jawapan itu benar," kata Imam Ghazali. "Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah 'nafsu'. (Al-A'raf :179).Maka kita harus menjaga hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka." Pertanyaan keempat adalah, "Apakah yang paling berat di dunia ini?" Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah.
IMAM al Ghazali adalah salah satu ulama salaf dulu yang berjasa bagi perkembangan umat silam, salah satunya dalam bidang pendidikan. Namun, tak hanya pendidikan dan fiqih, al Ghazali juga dinilai sebagai ulama bijak yang senantiasa memberikan nasehat dan pesan-pesan yang menggugah hidup manusia. Inilah enam Pesan Imam al-Ghazali kepada manusia yang beliau rangkum dalam enam pertanyaan dan enam jawaban 1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia?Jawab “Mati”2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia?Jawab “Masa lalu”3. Apa yang paling besar di dunia?Jawab “Nafsu”4. Apa yang paling berat di dunia?Jawab “Amanah”5. Apa yang paling ringan di dunia?Jawab “Meninggalkan sholat”6. Apa yang paling tajam di dunia?Jawab “Lidah” Semoga enam pesan Imam al Ghazali di atas bisa memberikan hikmah bagi kita semua. []
\npertanyaan imam al ghazali
Tepatnyaenam pertanyaan imam Al Ghazali kepada para muridnya tentunya memiliki nilai kandungan yang bagus untuk diambil hikmahnya. Suatu ketika Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya. Pertanyaan pertama Wahai murid-muridku sekalian, coba kalian jawab "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?" Ada banyak kisah dari para Nabi dan Rasul, sahabat, hingga para ulama yang bisa kita petik hikmahnya. Salah satu tokoh tasawuf ternama yaitu Al imam Al Ghazali mempunyai kisah tentang pertanyaan beliau kepada cerita tentang pertanyaan Imam Al-Ghozali kepada muridnya. Tepatnya enam pertanyaan imam Al Ghazali kepada para muridnya tentunya memiliki nilai kandungan yang bagus untuk diambil hikmahnya. Suatu ketika Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya. Pertanyaan pertama Wahai murid-muridku sekalian, coba kalian jawab "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab "orang tua,guru,kawan,dan sahabatnya". Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" Ali Imran 185 Perihal mati tidak ada satu orang yang tahu dengan pasti karena kematian adalah ketentuan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Umur hanyalah bilangan angka dari tiap tahun yang telah kita lalui. Tua dan muda hanyalah fase dalam kehidupan. Tapi perihal mati merupakan sesuatu yang akan dialami oleh setiap orang. Entah kapan terjadinya maut menjemput. Di mana tempat ajal menjemput. Tidak ada satu orang pun yang tahu hanya Allah subhanahu wa ta'ala yang mempunyai kekuasaan dan kehendak. Inilah yang hendak disampaikan oleh Al-Ghazali kepada kedua Pertanyaan imam Ghazali berikutnya adalah "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?" Murid -muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang -bintang". Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama. Ini tepat dengan sebuah hadits yang menganjurkan bahwa kehidupan kita hari ini harus jauh lebih baik dari kemaren, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika di fikir lebih dalam, maka yang perlu diperhatikan adalah waktu. Waktu tidak akan datang berulang untuk kedua kali, sekali kita bertindak kesalahan kita tidak bisa merevisinya lagi. Paling banter kita hanya bisa bertobat dan berharap pengampunan. Sebagian pepatah bilang waktu adalah sesuatu yang paling berharga. Emas, harta bisa dicari tapi waktu yang sudah berlalu tak mungkin hadir kembali. Mati dan waktu adalah dua rahasia yang ada di genggaman-Nya. Kita sebagai hamba hanya bisa berharap dan berdo’a semoga Allah swt memberikan anugrah kepada kita agar mampu memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi yang ketiga Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya menjawah "gunung, bumi dan matahari". Semua jawapan itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَـٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai". QS. 7179 Al A'Raf 179. Nafsu adalah hal penentu pada diri manusia. Ingin bahagia yang hakiki? Kendalikanlah nafsumu, ingin celaka selamanya? Turuti nafsumu... pengendalian nafsu adalah kunci dalam hidup ini. Itulah pesan tersembunyi dari al-Ghazali bahwa nafsu adalah hal paling besar, hal yang paling menentukan....Pertanyaan ke empat Kemudian al-Ghazali meneruskan pada Pertanyaan "Apa yang paling berat di dunia ini?". Murid-murid Ada yang menjawab "besi dan gajah". Semua jawapan adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh", QS. 3372 Al Ahzab 72. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah pemimpin di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya. Pertanyaan yang ke lima Pertanyaan Imam al-Ghazali yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?"... Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan". Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat, gara-gara kesibukan kita meninggalkan sholat. Kita harus ingat bahwa sholat adalah hal pertama yang ditanyakan Allah kepada manusia. Dan sholat adalah kewajiban terpenting di dunia ini. Namun anehnya, meski demikian sholat adalah hal termudah yang sering dilewatkan oleh orang-orang muslim? Ringan sekali yang ke enam Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"... Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang". Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA" Karena melalui lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. Ingatlah sebuah hadits yang menerangkan المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده seorang muslim adalah orang bisa menjaga orang muslim lainnya dari lisannya dan tidak bertulang tidak juga tidak keras. Kakak lidah sangat tajam karena dengan ucapan bisa mempengaruhi orang lain. Dengan lidah bisa mempengaruhi mental orang lain. dengan lidah pun bisa memfitnah mengadu domba dan lain wajar jika dikatakan bahwa diam adalah selamat. Berbicara yang baik atau lebih baik diam merupakan suatu keharusan yang harus diamalkan dalam kehidupan.
Kemudianpertanyaan yang keenam dan terakhir ditanya oleh Al- Ghazali adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "Pedang" "Benar," kata Imam Al-Ghazali. "Tetapi yang paling tajam adalah lidah manusia". Karena melalui lidah manusia ia bisa menyakiti hati dan melukai perasaan orang lain." []

Menjelaskan tentang argumentasi Imam al-Ghazali tentang bukti keberadaan Tuhan dan premis-premisnya Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Imam Al-Ghazali dan Argumentasi Kosmologi tentang Tuhan Jumal Ahmad1 1. Mahasiswa Pemikiran Al-Ghazali dan Syed Al-Attas, At-Taqwa College, Depok E-mail ahmadbinhanbal Sejarah pemikiran merupakan hikmah. Layak diketengahkan kepada generasi masa kini agar bisa memahami peristiwa besar dalam dunia pemikiran dan perubahannya sepanjang zaman. Secara garis besar, wacana filsafat menelaah tentang hakikat Tuhan yang dibuktikan melalui argumentasi, salah satu argumentasi tersebut adalah argumentasi kosmologi. Kosmologi adalah teori tentang asal usul alam semesta. Dalam Islam, teori ini merupakan salah satu pembahasan penting yang memiliki konsekuensi teologis dan berimplikasi tauhid. Argumen kosmologis adalah sebuah tipe argumen formal untuk menyimpulkan atau membuktikaan keberadaan Tuhan berdasarkan fakta-fakta atau klaim-klaim yang dianggap benar mengenai alam semesta. Situasi masa Imam Al-Ghazali barangkali ada kesamaan dengan situasi masa modern Barat saat ini. Sifat materialistik dan ateis adalah ciri khusus masa modern. Lebih percaya pada atom daripada ayat-ayat Injil. Imam Al-Ghazali dalam bukunya Al-Munqidz min Al-Dhalal membagi kaum filosof ke dalam tiga golongan Pertama adalah Al-Dahriyyun kaum ateis yang mempunyai asumsi bahwa alam semesta ada dengan sendirinya tanpa pencipta. Landasan pandangan mereka dari dulu sampai sekarang berasumsi bahwa hewan berasal dari sperma. Golongan ini termasuk orang-orang zindiq. Kedua adalah Al-Thabiyyun yaitu mereka yang memperbanyak observasi mengenai alam semesta, dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan. Setelah mereka menemukan keteraturan dan keajaiban dalam tubuh hewan, mereka malah ingkar adanya hari kebangkitan, padang mahsyar, surga dan neraka. Golongan ini menurut Al-Ghazali juga termasuk orang-orang zindiq. Ketga adalah Ilahiyyun golongan pada filosof Yunani seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, menurut Al-Ghazali mereka wajib dikafirkan, termasuk para filosof muslim seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi. Imam Al-Ghazali bukan tidak setuju dengan sains, melainkan tidak setuju dengan sikap para filosof yang ateis dan materialis, berusaha membunag jauh Allah SWT dalam pembahasan ilmiah. Di bukunya, Tahafut Falasifah’, Al-Ghazali menyebut tiga poin doktrin filusuf dalam bukunya yang berimplikasi kufur. a Pengingkaran terhadap kebangkitan jasad pada hari kiamat. b Tuhan tidak mengetahui perkara-perkara detil. c Keyakinan mereka bahwa alam ini kekal, tanpa awal atau akhir. Al-Ghazali mematahkan pendapat ahli filsafat yang menyatakan bahwa alam semesta memiliki masa lalu yang tak terbatas yang tak bermula. Al-Ghazali tak sependapat dengan argumen itu dan menawarkan alasan logis untuk menjungkirbalikkan argumen infinite past. Al-Ghazali menyatakan bahwa alam semesta ini memiliki awal. Argumen Al-Ghazali tentang Adanya Tuhan Sebagian orang ketika ditanya apa bukti adanya Tuhan, akan menjawab adanya kita dan adanya alam semesta menunjukkan adanya Tuhan. Bagaimana membuktikan adanya Tuhan secara rasional? Apa bukti Tuhan itu ada? Al-Ghazali menjawab pertanyaan keesan Tuhan dalam kitabnya Al-Iqtishad fil I'tiqad’ Imam Al-Ghazali berusaha menjelaskan secara logis sebagai berikut. Keesaan dan kesucian Allah SWT  Pemuktiannya Segala sesuatu yang memiliki awal, ada penyebabnya, alam semesta ada awalnya, maka semesta ada penyebabnya. Yang kami maksud dengan 'Alam' adalah setiap wujud selain Tuhan yang paling tinggi. Dan 'setiap wujud selain Tuhan yang maha tinggi', yang kami maksud adalah semua benda dan sifat-sifatnya.  Penjelasan rincinya sebagai berikut Sesuatu itu ada tidak mungkin diragukan. Setiap wujud bisa menempati ruang atau tidak menempati ruang. Sesuatu yang menempati ruang tetapi tidak memiliki kombinasi kita sebut zat tunggal atom, jika memiliki kombinasi kita sebut jism  Sesuatu yang tidak menempati ruang, dan membutuhkan tempat kita sebut accident; dan sesuatu yang ada tapi tidak bertempat, itulah Tuhan Keterangan di atas menegaskan pendapat Al-Ghazali bahwa Tuhan adalah penyebab penciptaan dari yang tiada menjadi ada. Al-Ghazali berargumen bahwa semua yang ada selain Tuhan membutuhkan tubuh dan accident. Hal ini dijelaskan lebih jauh menggunakan klasifikasi eksistensi dalam empat kategori. Sesuatu yang ada pasti menempati ruang mutahayyiz atau tidak menempati ruang ghairu mutahayyiz. Sesuatu yang menempati ruang mutahayyiz bisa dibagi mutahayyiz wa i'tilaf atau tidak bisa dibagi mutahayyiz wa ghairu i'tilaf. Sesuatu yang tidak menempati ruang ghairu mutahayyiz bisa dengan tubuh ghairu mutahayyiz bil jism atau tanpa tubuh ghairu mutahayyiz bidunil jism. Dari kategorisasi di atas, Al-Ghazali dengan jelas memisahkan keberadaan Tuhan dari keberadaan yang lainnya. Tuhan bukan zat, substansi atau accident. Zat dan substansi menurut Al-Ghazali dapat dirasa dengan indera, ini tidak terjadi dengan keberadaan Tuhan, karena keberadaan Tuhan dapat dirasakan dengan bukti bukan persepsi. Adanya Tuhan hanya dapat diketahui melalui keberadaan alam semesta sebagai produk kekuasaan-Nya. Hal ini kemudian mengarah pada premis fundamental Al-Ghazali bahwa semua yang ada selain Tuhan adalam temporal, dan setiap makhluk temporal memiliki sebab. Al-Iqtishad fil I'tiqad halaman 24’ Argumen Al-Ghazali tentang bukti keberadaan Tuhan dijelaskan dalam bentuk silogisme dengan tiga premis 1. Premis 1 Segala sesuatu yang memiliki awal, ada penyebabnya 2. Premis 2 Alam semesta ada awalnya 3. Kesimpulan Maka semesta ada penyebabnya. Argumen ini sangat sederhana, mudah dihafal dan sangat logis. Jika kedua premis itu benar, maka kesimpulannya harus benar. Premis 1 Segala sesuatu yang memiliki awal, ada penyebabnya Hukum sebab akibat bisa kita rasakan secara intuisu. Contoh, siaran Televisi yang sering kita lihat memili awal dari perusahaan Televisi. Kita juga tidak ada 100 tahun yang lalu, penyebab kita ada karena orang tua, jadi kita adalah akibat dari orangtua. Jadi, faka dalam hukum sebab akibat bahwa apapun yang memiliki awal adalah sesuatu yang secara konsisten terverivikasi dengan eksperimen tersebut dan tidak pernah salah. Premis 2 Alam semesta ada awalnya Kita tahu dari pembelajaran tentang awal permulaan struktur awal mula kemunculan alam semesta, bahwa alam semesta memiliki awal dengan model standar Big Bang. Menurut model Big Bang, waktu, ruang dan materi semuanya mulai ada sejak 13,7 Miliyar tahun yang lalu. Model ini banyak dipilih ahli fisika dan kosmologi secara aktual sebagai model permulaan alam semesta. Dari pernyataan P1 dan P2, menghasilkan kesimpulan K secara logis bahwa alam semesta ada penyebabnya. Menggunakan konsep analisis terhadap penyebabnya, kita akan menemukan sifat-sifat Tuhan dari konsep moteistik yaitu • Tunggal Esa. Alam semesta ini eksis, dan faktanya sangat eksis yang mana penyebab pertama adalah yang tak memiliki sebab uncaused yaitu Tuhan. • Timeless. Alasan kenapa timeless? karena waktu mulai ada pada masa saat momen 'Big Bang'. • Spaceless tak berjarak. Tak terikat ruang dan waktu, ruang juga mulai ada saat momen 'Big Bang'. • Dan Immaterial tak terikat materi. karena tanpa waktu dan ruang, kita tidak bisa memiliki benda. Dengan susunan silogisme seperti ini tidak bisa muncul pertanyaan siapa pencipta tuhan karena tuhan yang menyebabkan alam semesta ini tidak memiliki awal. Tuhan haruslah azali tidak berawal dan berakhir. Revitalisasi Argumen Kosmologis dari William Lane Craig Argumen Kosmologis Kalam dari Al-Ghazali direvitalisasi pada abad 21 ini oleh teolog Kristen bernama William Lane Craig, yang membuat Argumen kosmoligis kalam menjadi sounding lagi. Craig menyetujui bahwa alam semesta memiliki permulaan dengan mengutip bukti silogisme dari Imam Al-Ghazali, bahwa ketidakterbatasan yang sebenarnya adalah mustahil. Anda lihat, jika ketidakterbatasan yang sebenarnya adalah mungkin, dan jumlah hal-hal nyata yang tidak terbatas ada, maka orang dapat berargumen bahwa hal-hal itu memiliki sebab dan akibat yang tidak terbatas. Argumen Imam Al-Ghazali sebagai berikut 1. Apapun yang mulai ada memiliki penyebab. 2. Alam semesta mulai ada. 3. Oleh karena itu, alam semesta memiliki penyebab. Craig menambahkan kesimpulan lebih lanjut berdsarkan analisis tentang apa yang menyebabkan alam semesta, sebagai berikut 4. Alam semesta memiliki penyebab. 5. Jika alam semesta memiliki sebab, maka Pencipta alam semesta yang tidak memiliki sebab dan pribadi ada, yang tanpa alam semesta tidak berawal, tidak berubah, tidak bermateri, tanpa batas waktu, tanpa ruang dan sangat kuat. 6. Oleh karena itu, ada Pencipta pribadi yang tidak ada penyebabnya dari alam semesta, yang tanpa sebab alam semesta tidak berawal, tidak berubah, tidak berwujud, tanpa batas waktu, tidak memiliki ruang dan berkuasa tanpa batas. Kosmologi adalah Keindahan, Bukti Keberadaan Tuhan Logika, astronomi, dan fisika menegaskan bahwa alam semesta memiliki permulaan. Sebelum kejadian dentuman besar atau yang dikenal sebagai Big Bang, sama sekali tidak ada apa-apa. Tidak ada energi, waktu dan ruang. Lalu muncul alam ada materi yang bisa mewujudkannya karena materi belum ada. Hanya sesuatu yang non-materi dan tidak bergantung pada waktu, ruang, materi, sebab & akibat, yang membuat semua ini ada. Kekuatan eksternal yang membuatnya ada harus bersifat pribadi. Dengan kata lain, ia harus hidup, sadar diri, dan “memilih” untuk membuat alam semesta sebagaimana adanya, dengan hukum alam yang tepat. Sesuatu yang non-materi yang tidak pribadi itulah yang kita sebut sebagai ide abstrak. Ide-ide abstrak tidak memiliki kemauan atau kekuatan. Mereka bahkan tidak memiliki kehidupan, jadi mereka tidak dapat menciptakan kehidupan. Inilah yang kita sebut kosmologi, yaitu menarik kesimpulan logis tentang keberadaan kita berdasarkan pengamatan. Kosmologi mengajak kita untuk merenungkan keberadaan Pencipta dan atributnya pengetahuan, kekuatan dan keinginan. Kosmologi adalah keindahan dan bukti keberadaan Tuhan. Namun, manusia masih membutuhkan lebih banyak bukti. Ada pertanyaan spiritual dan etis yang tidak dapat disediakan oleh kosmologi saja. Ini sebabnya mengapa wahyu diperlukan. Mempercayai keberadaan yang ghaib al-ghaib dapat juga dilakukan dengan melihat alam sekitar kita, melihat bagaimana bunga kamboja membuka kelopaknya di pagi hari dan menutup lagi di malam hari. Bahkan, sebagai seorang anak yang dilahirkan, kita dapat menyimpulkan pasti ada mekanisme atau hokum yang tidak terlihat yang menyebabkan kita ada, meskipun kita bisa kita lihat. Bagi saya, adalah contoh sempurna dari tanda’ ayāt dan gagasan bahwa mereka mengilhami. Sebuah tanda’ desain cerdas, tentu saja, tetapi lebih halus sebuah tanda’ bahwa empirisme tidak pernah dapat mengungkapkan sifat hal-hal sebagaimana adanya. Al-Ghazali menjelaskan bahwa kita dapat melihat tanda-tanda kehadiran rahmat dan kasih sayang Allah SWT dari alam sekitar, salah satunya lewat lebah madu. bentuk segi enam atau hexagonal untuk sarang lebah madu merupakan buktu kehadiran rahmat Allah. Kehidupan lebah di dalam sarang serta pembuatan madu oleh mereka sangat menajubkan. Lebah melakukan banyak pekerjaan dengan baik melalui pengorganisasian yang luar biasa. Rancangan segi enam dari petak-petak sarang lebah memungkinkan penyimpanan madu dalam jumlah terbanyak dengan bahan baku pembuatan sarang yakni lilin. Walaupun populasi yang padat, lebar dapat melakukan pekerjaannya secara terencana dan teratur rapi. Al-Ghazali menyebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin jilid 4 cetakan Darul Hadits pada  bagian ’ ketakjubannya pada kemampuan lebah madu membuat rumah yang berbentuk segi enam. Lebah madu membangun sarangnya atas petunjuk Allah SWT, sebagaimana firman-Nya. Qs. An-Nahl 68-69.    “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. kemudian makanlah dari tiap-tiap macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu.”       “Dari perut lebah itu ke luar minuman madu yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang memikirkan” Inilah salah satu contoh bagaimana alam semesta dipelajari sebagai bukti adanya sang Pencipta. Al-Ghazali berangkat dari pengamatan empiris terhadap alam, namun fakta empiris yang didapatkan kemudian ditempatkan dalam kerangka cara pandang Islam. Mengaitkan fakta keistimewaan bentuk hexagonal sarang lebah madu dan penciptaan nyamuk dengan sifat Allah SWT sebagai zat yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Al-Ghazali menyebutkan di halaman lain dalam  di kitab Ihya’.  Orang yang memiliki bashirah akan meneliti setiap detail ciptaan Allah, sampai dia melihat seekor nyamuk sebagai contoh mempesona dari keajaiban ciptaan-Nya dan menakjubkan akal pikiran, selanjutnya meningkatkan keagungan dan kesempurnaan Tuhan pada dirinya dan menambah rasa cinta kepada-Nya. Maka setiap kali bertambah ketakjuban pada ciptaan Allah, bertambah pula rasa keagungan Allah dalam dirinya. Maka, kosmologi dan alam semesta sekitar adalah contoh sempurna dari tanda’ ayāt keberadaan Tuhan. Sebuah tanda’ desain cerdas, yang empirisme tidak pernah dapat mengungkapkan sebagaimana adanya. Rujukan Arif, Syamsuddin. 2014. Filsafat Islam antara Tradisi dan Kontroversi. TSAQAFAH. 10. 1. Kelas Pemikiran Filsafat Imam Al-Ghazali, Ust. Syamsuddin Arif, At-Taqwa College William Lane Craig, Does God Exist? Al Ghazali's Argument, CBN, , diakses 15 Juli 2021 Doko, Enis. 2018. Kalam Cosmological Argument and The Modern Science. Kader. 16. 1-13. Reichenbach, Bruce, "Cosmological Argument", The Stanford Encyclopedia of Philosophy Spring 2021 Edition, Edward N. Zalta ed., URL = . Concepts of God in Islamic Kalam Theology by Dr. Khalil Andani Erasmus, Jacobus 2018. _The Kalām Cosmological Argument A Reassessment_. Cham Springer. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Islam antara Tradisi dan KontroversiSyamsuddin ArifArif, Syamsuddin. 2014. Filsafat Islam antara Tradisi dan Kontroversi. TSAQAFAH. 10. 1. Cosmological Argument and The Modern ScienceEnis DokoDoko, Enis. 2018. Kalam Cosmological Argument and The Modern Science. Kader. 16. 1-13. Concepts of God in Islamic Kalam Theology by DrBruce ReichenbachReichenbach, Bruce, "Cosmological Argument", The Stanford Encyclopedia of Philosophy Spring 2021 Edition, Edward N. Zalta ed., URL = . Concepts of God in Islamic Kalam Theology by Dr. Khalil Andani Kalām Cosmological Argument A ReassessmentJacobus ErasmusErasmus, Jacobus 2018. _The Kalām Cosmological Argument A Reassessment_. Cham Springer.

EnamPertanyaan Imam Al-Ghazali Kepada Muridnya. As-Syekh abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Al-Ghozali adalah seorang tokoh besar dalam sejarah Islam. Imam Al-Ghozali mengajukan Enam pertanyaan pada saat berkumpul dengan murid-muridnya. SUATU hari, Imam Ghazali bertanya, pertama. “Apa yang paling dekat dengan kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, dan kerabatnya. Imam Ghazali menjelaskan semua jawapan itu benar. “Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah mati”. Sebab itu sudah janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, Al-Imran185.” Lalu Imam Ghazali meneruskan pertanyaan kedua. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab negara, bulan, matahari, dan bintang-bintang. BACA JUGA Imam Al Ghazali Dunia dan Akhirat Tak Perlu Seimbang Lalu Imam Ghazali menjelaskan bahawa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah “masa lalu”. “Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap kita tidak mampu kembali ke masa sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama.” Lalu Imam Al-Ghazali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga, ”Apa yang paling besar di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab, “Gunung, bumi, dan matahari.” “Semua jawapan itu benar,” kata Imam Ghazali. “Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah nafsu’.Al-A’raf 179.Maka kita harus menjaga hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.” Pertanyaan keempat adalah, ”Apakah yang paling berat di dunia ini?” Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. “Semua jawapan tersebut hampir benar,” kata Imam Ghazali, “tapi yang paling berat adalah memegang AMANAH, Al-Ahzab. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu memikul tanggungjawab setelah Allah meminta mereka untuk menjadi khalifah di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak mampu memegang amanahnya.” Pertanyaan yang kelima ditanya oleh Imam Al-Ghazali adalah,”Apa yang paling ringan di dunia ini?” BACA JUGA Ini 12 Ciri Sahabat Sejati Menurut Imam Ghazali Ada yang menjawab, “Kapas, angin, debu, dan daun-daunan.” “Semua itu benar,” kata Imam Ghazali. “Tetapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat.” Kemudian pertanyaan yang keenam dan terakhir ditanya oleh Al- Ghazali adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?” Murid-muridnya menjawab dengan serentak, “Pedang…” “Benar,” kata Imam Al-Ghazali. “Tetapi yang paling tajam adalah lidah manusia”. Karena melalui lidah manusia ia bisa menyakiti hati dan melukai perasaan orang lain.” []
KhutbahJum'at: Enam Pertanyaan Imam Al Ghazali Kepada Muridnya. Khutbah ini saya sampaikan di Kedutaan Besar Republik Indoneseia (KBRI) Maroko Afrika. 08-03-2013. Pertema marilah bersyukur pada Allah SWT, tuhan yang telah memberikan makhluqnya nikmat yang begitu banyak, hingga akal manusia tak mampu untuk menghitung, walaupun berbagai alat
Imam Al-Ghazali mengilustrasikan pertanyaan yang diajukan oleh orang yang tidak tahu sebagai keterangan penyakit yang diajukan oleh pasien kepada dokter. Sedangkan jawabannya diumpamakan sebagai upaya dokter dalam menyembuhkan penyakit tersebut. Orang bodoh adalah pasien yang sakit. Sedangkan ulama adalah dokternya. Ulama yang kurang memenuhi syarat tidak layak menjadi dokter. Mereka yang layak mengobati penyakit kebodohan adalah ulama yang memenuhi syarat kesempurnaan al-alimul kamil karena ia dapat mengetahui hakikat penyakit. Ketika penyakit terlalu parah dan tidak mungkin dapat diobati, seorang dokter yang sangat ahli dan berpengalaman sekalipun kadang tidak berupaya mengobati penyakit pasien. Seorang ulama tidak selalu menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat karena kebodohan terbagi empat jenis kata Imam Al-Ghazali. واعلم أن مرض الجهل أربعة أقسام ثلاثة لاعلاج لها وواحد يمكن علاجه Artinya, “Ketahuilah, penyakit kebodohan ada empat jenis. Tiga di antaranya tidak dapat disembuhkan. Tetapi satu lainnya kemungkinan dapat disembuhkan,” Lihat Imam Al-Ghazali, Khulashatut Tashanif fit Tashawwuf pada Majmu’atu Rasa’ilil Imam Al-Ghazali, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah tanpa tahun] halaman 189. Pertama, pertanyaan atau keterangan pengantar yang bersumber dari hasad atau kedengkian. Hasad adalah penyakit yang hampir-hampir tidak dapat disembuhkan. Setiap kali pertanyaan ini dijawab dengan beragam penjelasan dan jawaban sebaik apapun, maka jawaban itu hanya menambah hasad orang yang bertanya. Hasad orang itu akan menambah kesombongan pasien. Al-Imam Al-Ghazali menyarankan kita untuk tidak menjawab pertanyaan jenis ini. Ia mengutip syair sebagai berikut كلُّ العداوة قد ترجى إزالتها إلا عداوة من عاداك من حسد Artinya, “Setiap permusuhan terkadang dapat diharapkan hilang padam kecuali permusuhan yang memusuhimu karena hasad,” Lihat Imam Al-Ghazali, Khulashatut Tashanif fit Tashawwuf 189. Al-Imam Al-Ghazali menyarankan kita untuk mengabaikan dan berpaling dari pertanyaan orang dengki sebagai bentuk pengamalan Surat An-Najm ayat 29. Penjelasan dan upaya penyembuhan ketidaktahuan seseorang yang dilatari kedengkian hanya akan menyalakan api kedengkiannya. Pasalnya, pertanyaan yang dilontarkan memang bukan diniatkan untuk mengobati ketidaktahuannya, tapi karena kedengkiannya. فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا Artinya, “Berpalinglah dari orang yang berpaling dari mengingat Kami; dan yang tidak menginginkan selain kehidupan dunia,” Surat An-Najm ayat 29. Kedua, penyakit yang bersumber dari kedunguan dan kebebalan al-hamaqah atau al-ahmaq. Penyakit ini hampir tidak dapat disembuhkan. Nabi Isa AS mengatakan, “Aku berdaya untuk menghidupkan orang mati. Tetapi aku tidak berdaya memperbaiki orang bebal.” Orang dungu atau bebal adalah orang yang mempelajari satu dua hari satu bab sebuah ilmu dan belum masuk sama sekali mempelajari ilmu aqli salah satunya ilmu kalam, ilmu tauhid, atau ilmu logika dan ngeyelnya setengah mati. Orang seperti ini dijelaskan juga tidak mau mengerti karena bawaan ilmu segenggam atau seujung kuku. Tetapi nahasnya dengan bekal ilmu sehari atau dua hari itu, ia mengajukan pertanyaan sejenis sanggahan atau penolakan kepada ulama yang menghabiskan usianya untuk mempelajari dan memperdalam berbagai ilmu pengetahuan yang serumpun. Orang dungu atau bebal tidak menyadari penolakan atau sanggahan seorang pelajar pemula kepada seorang alim guru besar bersumber dari kebodohan dan ketidaktahuan. Ia tidak menyadari kemampuan dirinya dan kapasitas keilmuan guru besar tersebut karena kedunguan dan kebebalannya. Oleh karena itu, kita disarankan untuk berpaling dan mengabaikan jawaban untuk orang seperti ini. Lihat Imam Al-Ghazali, Khulashatut Tashanif fit Tashawwuf 189. Pada kesempatan lain, Imam Al-Ghazali mengatakan, orang dungu atau bebal adalah orang yang menuntut sedikit kurang dari satu bab dari bagian ilmu sebentar atau instan zamanan qalilan baik ilmu aqli maupun ilmu syariat. Ia mencoba mengajukan pertanyaan kepada seorang ulama besar yang menghabiskan umurnya untuk ilmu aqli dan ilmu sya’ri. Tetapi konyolnya, ia menyangka bahwa sebuah materi pengetahuan yang problematik musykil menurutnya juga musykil menurut si alim besar. Lihat Imam Al-Ghazali, Ayyuhal Walad pada Majmu’atu Rasa’ilil Imam Al-Ghazali, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah tanpa tahun] halaman 283. Ketiga, penyakit orang yang melontarkan pertanyaan karena kelemahan daya pikir atau IQ rendah baladah atau balid. Orang ini meminta penjelasan atas ucapan ulama. Tetapi ia sebenarnya tidak memiliki kecakapan untuk memahami hakikat ucapan ulama karena keterbatasan daya pikirnya. Ia menanyakan pandangan-pandangan dan pokok pikiran ulama yang pelik, jelimet, rumit, abstrak, atau “tinggi” lagi-lagi karena keterbatasan daya jangkau pikirannya. Tetapi ia tidak menyadari kapasaitas daya pikirnya. Untuk orang ini, Imam Al-Ghazali menyarankan kita untuk mengabaikan pertanyaan mereka sesuai sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini نحن معاشر الأنبياء أمرنا بأن نكلم الناس على قدر عقولهم Artinya, “Kami para nabi diperintahkan untuk berbicara kepada umat manusia sesuai kapasitas daya pikir mereka.” Keempat, penyakit orang yang mencari petunjuk dan ia memiliki kecerdasan, kecakapan, dan kapasitas serta daya pikir yang bagus untuk menerima pelajaran. Ia tidak terpengaruh dan terbawa hanyut oleh marah, syahwat, hasad, kerakusan pada harta, dan nafsu gila kekuasaan. Ia adalah orang yang mencari jalan kebenaran. Ia melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak membingungkan. Pasien seperti ini, kata Al-Imam Al-Ghazali, dapat disembuhkan. Upaya pengobatan terhadap orang seperti ini layak bahkan wajib ditempuh. Wallahu a’lam. Alhafiz Kurniawan
\n \npertanyaan imam al ghazali

PertanyaanKeenam: Imam Ghazali : "Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? " Murid- Murid dengan serentak menjawab : "Pedang" Imam Ghazali : "Itu benar, tapi yang paling tajam sekali di dunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Imam Al-Ghazali adalah ulama yang mempunyai popularitas dan keilmuan yang begitu tinggi. Hal ini dikarenakan kegigihannya dalam menuntut ilmu dan juga berkarya. Sejak usia masih belia, yaitu sekitar belum genap berumur 12 tahun. Imam Al-Ghazali sudah mulai mengenal dan tertarik untuk belajar ilmu fikih, hadis, tafsir, bahasa Arab, tasawuf dan ilmu-ilmu rasional seperti filsafat, kalam dan keilmuannya yang mendalam dan dimulai sejak usia belia, telah membuatnya melek ilmu dengan cepat dan tumbuh dewasa sebagai ilmuwan sejati. Bahkan, sejak kecil beliau tidak pernah menghabiskan waktunya untuk bermain dengan teman-teman satu yang menarik dari Al-Ghazali remaja adalah beliau sudah mulai gelisah dengan berbagai persoalan pengetahuan yang berkembang pada masanya. Saat remaja, beliau sudah mempertanyakan berbagai premis-premis filosofis dan logis, mengotak-atik gagasan filsafat dan kalam, mencari celah kelemahannya layaknya seorang guru satu pertanyaan dari sekian banyak pertanyaan rumit yang sudah muncul dalam otaknya saat masih kecil adalah tentang konsep diri, Tuhan dan hukum alam. Beliau selalu bertanya tentang pengertian fitrah, apa hukumnya, bagaimana ia bekerja, apa peran Tuhan di dalamnya, siapa yang layak memiliki fitrah dan juga bertanya bagaimana kita menjelaskan konsep fitrah, terutama dalam konteks agama seseorang. Apakah kita menjadi muslim karena fitrah atau karena faktor lain. Apakah seorang Non-Muslim memeluk agama lain karena mereka terlahir dari orang tua mereka atau ada faktor menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya tersebut, Al-Ghazali remaja sudah memikirkan persoalan lain yang tidak kalah rumit, terutama perihal keyakinan dan kebenaran. Salah satu karyanya yang memperlihatkan bahwa Imam Al-Ghazali adalah seorang yang senang bertanya yaitu kitab Mizan Al-A’mal. Sebuah kitab yang ditulis Imam Al-Ghazali ketika belum genap berumur 18 tahun, dan kitab ini juga mengajak pembacanya untuk memahami sebuah konsep dan ide dengan terlebih dahulu di umur yang belum genap 18 tahun, Al-Ghazali yang masih galau karena belum mampu menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya, akhirnya memotivasi dirinya untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu rasional seperti filsafat dan bawah bimbingan Abu Nasr Al-Isma’ili, Al-Ghazali muda kembali mampu menghasilkan sebuah karya yang bernama Al-Mankhul Min al-Ta’liqat al-Ushul. Sebuah kitab yang berisi catatan-catatan kecil sebagai komentar atas berbagai isu dan persoalan dalam kalam dan tersebut ternyata juga tidak bisa meredam kegelisahan yang ada dalam dirinya, sehingga petualangan akademiknya akhirnya dibarengi juga dengan spiritualitas. Orang-orang dekat dan guru-guru yang selalu memantaunya, melihat Al-Ghazali sedang bergejolak dan berpotensi menjadi liar. akhirnya menyarankan Al-Ghazali untuk banyak dzikir dan beribadah, yaitu mengolah hati dan jiwa selain mengolah pikiran. Salah satu sufi yang berjasa dan setia dalam membantu perkembangan spiritual Al-Ghazali adalah Yusuf ketika berumur 18 tahun, Al-Ghazali tiba di Naisabur, akan tetapi Naisabur sudah tidak begitu rame karena sudah ditinggalkan oleh para ulamanya seperti Imam Al-Qusyairi yang sudah meninggal dan Al-Harawi yang pindah ke Herat. Sehingga Naisabur sudah tidak begitu menawan, khususnya dalam ilmu sudah tidak begitu rame, Al-Ghazali masih menemukan sosok ulama besar di Naisabur. Beliau adalah Abul Ma’ali Al-Juwaini atau Imam Haramain, ulama besar dalam ilmu-ilmu keislaman, sosial dan politik. Berkat pertemuannya dengan Al-Juwainilah, Al-Ghazali mampu menemukan titik kekuatannya dan arah pemikirannya. Beliau kemudian sadar bahwa kelebihannya terletak pada pemikiran dan adalah salah satu guru yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu seperi ushul fikih, mantiq, fikih, filsafat, logika, kalam dan retorika perdebatan kepada Al-Ghazali. Tidak butuh waktu lama bagi Al-Ghazali untuk menguasai ilmu-ilmu tersebut, sehingga membuat Imam Al-Juwaini sering kaget dan tertegun dengan kecepatan Al-Ghazali dalam menguasai hanya dalam waktu tujuh tahun, Al-Ghazali mampu mengasilkan karya-karya besar seperti Maqashid Al-Falasifah, Fadha’ih Al-Bathiniyyah, Al-Mustasfha. Di mana ketiga karya besar tersebut ditulis ketika beliau berumur sekitar 18 hingga 25 tahun. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana beliau yang masih muda begitu produktif berkarya dengan kualitas yang begitu Imam Al-Juwaini sebagai sang guru merasa tersaingi oleh muridnya tersebut, dan pernah mengatakan kepada Imam Al-Ghazali dengan sedikit nada candaan “Engkau telah menguburku dengan karya-karyamu, tidakkah engkau bersabar sejenak hingga aku mati, baru engkau menuliskan ide-idemu?”.Al-Ghazali adalah teladan bagi generasi muda untuk tidak malas dalam berkarya, termasuk berkarya melalui tulisan. Sebagaimana kita ketahui bahwa semua penulis atau orang yang berkarya akan meninggal, hanya karyalah yang akan abadi sepanjang Imam Al-Ghazali pernah memberi wasiat dan sudah beliau praktekkan sendiri yaitu “Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah”. Beliau bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, akan tetapi beliau menulis sejak usia muda dan melalui karya-karyanyalah beliau menjadi ulama besar, yang pemikiran dan karyanya bisa kita nikmati sampai saat a’lam.
6Pesan Imam Ghazali: 6 Pertanyaan dan 6 Jawaban. IMAM al Ghazali adalah salah satu ulama salaf (dulu) yang berjasa bagi perkembangan umat silam, salah satunya dalam bidang pendidikan. Namun, tak hanya pendidikan dan fiqih, al Ghazali juga dinilai sebagai ulama bijak yang senantiasa memberikan nasehat dan pesan-pesan yang menggugah hidup manusia.
IMAM Ghazali adalah salah satu ulama salaf dulu yang berjasa bagi perkembangan umat silam, salah satunya dalam bidang pendidikan. Namun, tak hanya pendidikan dan fiqih, Imam Ghazali juga dinilai sebagai ulama bijak yang senantiasa memberikan nasehat dan pesan-pesan yang menggugah hidup manusia. Inilah enam pesan Imam Ghazali kepada manusia yang beliau rangkum dalam enam pertanyaan dan enam jawaban BACA JUGA Pertanyaan Imam Ghazali pada Murid-muridnya 1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia? Jawab “Mati” 2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia? Jawab “Masa lalu” 3. Apa yang paling besar di dunia? Jawab “Nafsu” 4. Apa yang paling berat di dunia? Jawab “Amanah” Foto Pexels 5. Apa yang paling ringan di dunia? Jawab “Meninggalkan sholat” BACA JUGA 8 Hal yang Dianjurkan Imam Ghazali ketika Sakit 6. Apa yang paling tajam di dunia? Jawab “Lidah”. Semoga enam pesan Imam Ghazali di atas bisa memberikan hikmah bagi kita semua. []
Sepertibiasa pada Jumat pertama setiap bulan SMPN 1 Wonosari menggelar kegiatan jumat taqwa. Jumat taqwa bulan September 2018 ini di adakan di Masjid As Salam dan pemateri kali ini adalah Bpk Budi Aditya Wardana, S.Ag. Pada kesempatan kali ini Bapak Budi menyampaikan materi tentang 6 pertanyaan imam Al Ghazali kepada murid-muridnya.
Jakarta - Imam Al Ghazali adalah ulama besar dalam sejarah Islam yang hafal banyak hadis Nabi. Saat bersama murid-muridnya, ia melontarkan sejumlah pertanyaan kepada mereka untuk bisa diambil pesan dalam buku Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, karangan Ghofur Al-Lathif. Suatu ketika Al Ghazali bertanya, "Apa yang paling berat di dunia?". Para santri menjawab, "Baja" "Besi" "Gajah". Kemudian ia menanggapi, "Semua itu benar, tetapi yang paling berat adalah memegang amanah". Perkataan Imam Ghazali merujuk pada firman Allah SWT dalam Surah Al-Ahzab ayat عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙArab Latin Innā 'aradnal-amānata 'alas-samāwāti wal-arḍi wal-jibāli fa abaina ay yaḥmilnahā wa asyfaqna min-hā wa hamalahal-insān, innahụ kāna ẓalụman Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi mereka semua enggan untuk memikul amanat tersebut, sebab mereka khawatir tidak akan mampu melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia manusia sangat zalim lagi sangat SWT juga meminta kepada tumbuhan, binatang, dan malaikat untuk menjadi khalifah di dunia. Namun mereka enggan, dan manusia lah yang menyanggupi permintaan tersebut. Sehingga dari mereka banyak yang masuk neraka karena gagal memegang hari Imam Al Ghazali bertanya lagi kepada murid-muridnya. Ia bertanya "Apa yang paling ringan di dunia ini?". Murid-muridnya menjawab, "Kapas, angin, debu dan daun-daun".Imam Al Ghazali menanggapi, "Semua jawaban itu benar, namun yang paling ringan sekali di dunia ini adalah meninggalkan sholat. Karena pekerjaan dan urusan dunia, kita mudah meninggalkan sholat."Imam Ghazali kemudian mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabdaوَعَنْ جَابِرٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - ، قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ، يَقُولُ إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ ، تَرْكَ الصَّلاَةِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ .Artinya Dari Jabir RA, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan sholat." HR. Muslim.Kepada murid-muridnya Imam Al Ghazali bertanya lagi, "Apa yang paling tajam sekali di dunia ini?"."Pedang," jawab Imam Al Gazali menjelaskan, " Jawaban Itu benar, tetapi di dunia ini yang paling tajam sekali adalah lidah manusia. Sebab melalui lidah, manusia bisa mudah menyakiti hati dan perasaan saudaranya sendiri".Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, hadis no. 6474 dari Sahl bin Sa'id bahwa Rasulullah يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَArtinya "Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara dua janggut dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga".Hadis tersebut bermaksud bahwa apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut. Sementara yang berada antara kakinya yakni kemaluan. Sehingga manusia dianjurkan untuk menjaga Video "Persiapan di Arafah Jelang Puncak Haji 2023" [GambasVideo 20detik] erd/erd BeliProduk Ghazali Al Hikmah Fi Berkualitas Dengan Harga Murah dari Berbagai Pelapak di Indonesia. Buku Hikam Al Ghazali : Al-Hikmah fi Makhluqat Allah - Imam Al-Ghazali. Rp50.000. 5 Terjual 1 Sleman. Cendolebooks. Hikam Al-Ghazali (Al Hikmah Fi Makhluqat Allah) Rp52.000. Yogyakarta. Musi Bookstore. BUKU HIKAM AL-GHAZALI - Al-Hikmah fi

SUATU hari, Imam Ghazali bertanya, pertama. “Apa yang paling dekat dengan kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, dan kerabatnya. Imam Ghazali menjelaskan semua jawapan itu benar. “Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah mati”. Sebab itu sudah janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, Al-Imran185.” Lalu Imam Ghazali meneruskan pertanyaan kedua. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab negara, bulan, matahari, dan bintang-bintang. BACA JUGA Imam Al Ghazali Dunia dan Akhirat Tak Perlu Seimbang Lalu Imam Ghazali menjelaskan bahawa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah “masa lalu”. “Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap kita tidak mampu kembali ke masa sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama.” Foto Smithsonian Magazine Lalu Imam Al-Ghazali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga, ”Apa yang paling besar di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab, “Gunung, bumi, dan matahari.” “Semua jawapan itu benar,” kata Imam Ghazali. “Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah nafsu’.Al-A’raf 179.Maka kita harus menjaga hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.” Pertanyaan keempat adalah, ”Apakah yang paling berat di dunia ini?” Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. “Semua jawapan tersebut hampir benar,” kata Imam Ghazali, “tapi yang paling berat adalah memegang AMANAH, Al-Ahzab. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu memikul tanggungjawab setelah Allah meminta mereka untuk menjadi khalifah di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak mampu memegang amanahnya.” Pertanyaan yang kelima ditanya oleh Imam Al-Ghazali adalah,”Apa yang paling ringan di dunia ini?” BACA JUGA Ini 12 Ciri Sahabat Sejati Menurut Imam Ghazali Foto hanya ilustrasi dari Pinterest Ada yang menjawab, “Kapas, angin, debu, dan daun-daunan.” “Semua itu benar,” kata Imam Ghazali. “Tetapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat.” Kemudian pertanyaan yang keenam dan terakhir ditanya oleh Al- Ghazali adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?” Murid-muridnya menjawab dengan serentak, “Pedang…” “Benar,” kata Imam Al-Ghazali. “Tetapi yang paling tajam adalah lidah manusia”. Karena melalui lidah manusia ia bisa menyakiti hati dan melukai perasaan orang lain.” [Sumber blogdemellizos]

n0tljc.